Bisnis.com, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Pasar Internal terkait Brexit yang diusulkan Perdana Menteri Boris Johnson melewati tahap pertama setelah perdebatan sengit di parlemen.
Johson mendapat kecaman dari internal partainya sendiri mengenai RUU yang akan melanggar hukum internasional terkait perjanjian perpecahan dengan Uni Eropa itu atau Brexit.
House of Commons mengesahkan RUU Pasar Internal dengan perolehan suara 340 banding 263 dalam pemungutan pertama yang memungkinkannya lolos ke tahap berikutnya dalam proses di parlemen.
Johnson mengatakan RUU yang akan mengatur ulang bagian dari perjanjian yang mengatur perbatasan Irlandia Utara dan Republik Irlandia itu penting untuk menjaga integritas ekonomi dan politik Inggris.
Dia menuduh Uni Eropa membuat ancaman tidak masuk akal untuk menghentikan perpindahan bahan makanan dari daratan utama Inggris ke Irlandia Utara.
"Ini adalah ancaman yang luar biasa dan tampaknya sangat luar biasa Uni Eropa dapat melakukan ini. Kami tidak mengambil kekuasaan dalam RUU ini untuk menetralkan ancaman itu, tetapi jelas kami berhak untuk melakukannya jika ancaman ini terus berlanjut," ujarnya dilansir Bloomberg, Selasa (15/9/2020).
Baca Juga
Keputusan Johnson untuk mengingkari perjanjian internasional yang dia tanda tangani kurang dari setahun yang lalu telah membuat negosiasi Brexit menjadi kacau. UE telah mengancam akan melakukan tindakan hukum dan memintanya untuk mencabut RUU tersebut pada akhir bulan ini.
Sementara Johnson mendapat mayoritas suara dalam pemungutan Senin malam, dengan hanya dua suara tak sepakat dari Partai Konservatif dan yang lainnya abstain, masih akan ada peluang untuk pemberontakan lebih lanjut saat RUU tersebut disahkan oleh House of Commons.
Johnson kemudian akan menghadapi kendala yang lebih besar di House of Lords, di mana tokoh Partai Konservatif termasuk mantan pemimpin Michael Howard telah mengecam undang-undang tersebut.
Anggota parlemen di kedua sisi House of Commons mengatakan pengakuan pemerintah bahwa undang-undang yang diusulkan akan melanggar hukum internasional akan melemahkan posisi Inggris di dunia dan menggoyahkan upayanya untuk meminta negara lain, termasuk Rusia, China dan Zimbabwe, untuk bertanggung jawab.
"Inggris telah menjadi contoh di banyak tempat untuk mendukung supremasi hukum dan dukungan kami sangat diandalkan. Kami memiliki kewajiban untuk menegakkan supremasi hukum," kata mantan Menteri Pembangunan Internasional Tory Andrew Mitchell.
Mantan Jaksa Agung Konservatif Geoffrey Cox dan Jeremy Wright mengatakan mereka tidak akan mendukung RUU yang melanggar hukum internasional. Mantan Menteri keuangan Sajid Javid juga sepakat dengan pendapat tersebut.
Rehman Chishti, utusan khusus Johnson untuk kebebasan beragama atau berkeyakinan memilih mengundurkan diri dan mengatakan dia tidak dapat mendukung rencana tersebut.
"Saya memahami bagaimana beberapa orang akan merasa tidak nyaman atas penggunaan kekuatan ini dan saya berbagi sentimen itu sendiri dan saya sama sekali tidak ingin menggunakan langkah-langkah ini," kata Johnson.
Sementara itu, anggota parlemen oposisi menuduh Johnson gagal memenuhi janjinya pada pemilihan umum Desember. Mereka juga mengatakan pemerintahannya telah gagal memenuhi klaim perlindungan terhadap masalah di perbatasan Irlandia yang kini coba diperbaiki.
"Ini adalah hal yang salah untuk dilakukan, itu tidak perlu dan itu sangat merusak negara," kata Ed Miliband, juru bicara bisnis Partai Buruh.