Bisnis.com, JAKARTA – Grup Maskapai Singapore Airlines (SIA) memangkas 4.300 posisi di seluruh maskapai penerbangannya sebagai upaya untuk mengimbangi dampak pandemi Covid-19 yang menghancurkan industri penerbangan di seluruh dunia.
Kendati demikian, setelah memperhitungkan pembekuan perekrutan, pengurangan alami, dan penerapan skema pengunduran diri sukarela, jumlah staf potensial yang terkena dampak akan dikurangi menjadi sekitar 2.400 di Singapura dan di kantor perwakilan di luar negeri.
Pemangkasan karyawan tersebut akan dilakukan, baik di maskapai Singapore Airlines maupun unit bisnisnya, Scoot dan SilkAir. Perusahaan tersebut sedang mendiskusikan detail rencana pemangkasan dengan serikat pekerja.
“Harus melepaskan orang-orang yang berharga dan berdedikasi adalah keputusan tersulit dan paling menyakitkan yang harus saya buat dalam 30 tahun bersama SIA. Beberapa pekan ke depan akan menjadi periode terberat kami sepanjang sejarah,” kata Kepala Eksekutif Singapore Airlines Choon Phong Goh, dikutip dari Bloomberg, Kamis (10/9/2020).
Langkah pemangkasan ini menunjukkan bahwa salah satu maskapai terbaik di dunia seperti Singapore Airlines sekalipun tak bisa berkutik di hadapan pandemi. Perusahaan tersebut mengalami krisis keuangan akibat penurunan pendapatan akibat amblesnya aktivitas penerbangan di seluruh dunia.
Goh menyatakan bahwa tak seorangpun mengira pandemi Covid-19 akan memberikan dampak begitu berat seperti saat ini. Hingga kini, lanjutnya, penurunan jumlah penerbangan masih berlanjut dan semakin menjadi ancaman bagi perusahaan penerbangan dunia.
Pesawat milik maskapai Scoot, Singapore Airlines, dan Silk Air terlihat di Bandara Changi, Singapura, Selasa (14/8/2018)./Reuters-Edgar Su
“Setelah 8 bulan, jumlah penerbangan terus menurun dan masih berlanjut. Hingga kini tidak jelas siapa yang pada akhirnya dapat bertahan dalam situasi krisis ini,” ujarnya.
Sebelum memutuskan pemangkasan besar-besaran ini, perusahaan itu sejatinya telah mencoba memperpanjang nafas lewat pinjaman, penerbitan saham baru, dan memanfaatkan subsidi dari pemerintah. Langkah-langkah ini telah memberikan dana segara sedikitnya US$8 juta.
Sejak awal Singapore Airlines memang menghindari opsi pemangkasan karyawan. Meski begitu, perusahan terpaksa memindahkan karyawannya untuk bekerja di rumah sakit, dengan layanan sosial dan jaringan transportasi Singapura.
Perusahaan ini sebenarnya telah menghentikan perekrutan pegawai baru sejak Maret. Singapore Airlines juga telah mengajukan opsi pensiun dini dan pengunduran diri secara suka rela kepada karyawannya. Lewat langkah ini perusahaan telah memangkas sekitar 1.900 pekerjaan.
Analis Bloomberg Intelligence James Teo memperkirakan pada hingga akhir tahun fiskal ini, Singapore Airlines diperkirakan hanya dapat mengoperasikan 50 persen kapasitasnya. Adapun, pemangkasan strategi pemangkasan karyawan ini hanya setara dengan 15,6 persen total tenaga kerja pada 2019.
“Saya pikir pemangkasan karyawan ini sudah terlambat dan kemungkinan hal ini terjadi karena pemangkasan karyawan secara sukarela membutuhkan waktu panjang,” katanya.
Dia mengatakan prospek perusahaan kian suram dengan kondisi penerbangan internasional yang diprediksi masih akan terbatas ke depannya. Perusahaan ini sangat bergantung pada rute penerbangan mancanegara karena tidak memiliki pasar rute domestik.
Sepanjang kuartal pertama tahun fiskal 2020, atau April—Juni 2020, perusahaan mengalami rugi operasional sebesar 1 miliar dolar Singapura. Kerugian ini menjadi rekor terparah sepanjang sejarah perusahaan, sejalan dengan pendapatan penumpang yang anjlok sekitar 99 persen.
Kondisi perusahaan kian diperburuk dengan adanya kerugian dari biaya yang ditimbulkan dari lindung nilai atau hedging atas bahan bakar. Sekitar 79 persen kebutuhan bahan bakar Singapore Airlines telah dikunci pada harga US$71—US$74 per barel untuk bahan bakar jet dan US$58—US$62 untuk Brent.