Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Green Climate Fund Setujui Indonesia Terima US$103,8 juta

Indonesia dengan proposal bertajuk “REDD+ Results-Based Payment (RBP) untuk Periode 2014-2016” akan menerima dana dari GCF sebesar US$103,8 juta yang akan dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan konferensi pers secara daring di Jakarta, Kamis (27/8/2020)./Istimewa
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan konferensi pers secara daring di Jakarta, Kamis (27/8/2020)./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia dengan proposal bertajuk “REDD+ Results-Based Payment (RBP) untuk Periode 2014-2016” akan menerima dana dari GCF sebesar US$103,8 juta yang akan dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

Sidang Dewan GCF ke-26 pada 18-21 Agustus 2020 menyetujui proposal pendanaan REDD+ Indonesia sebagai penerima pendanaan terbesar, melampaui proposal Brasil yang telah disetujui sebelumnya senilai US$96,5 juta di bawah program percontohan REDD+ RBP GCF.

Program percontohan untuk REDD+ RBP dari GCF ini dimulai pada 2017 dan akan berlangsung hingga 2022. Indonesia merupakan negara kelima yang berhasil mengakses program percontohan senilai US$500 juta ini.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya mengatakan hal itu dalam konferensi pers bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani secara daring di Jakarta, Kamis (27/8/2020).

Siti mengatakan kerja keras selama satu dekade dalam melestarikan hutan dan menghindari deforestasi telah menuai hasil melalui pembayaran berbasis kinerja dari Norwegia dan GCF.

“Namun, usaha kita tidak bisa berhenti sampai di sini. Pencapaian ini akan berkontribusi terhadap upaya pembangunan rendah emisi, dan sebagaimana diamanatkan oleh Bapak Presiden, juga untuk pemulihan lingkungan berbasis masyarakat,” ujarnya.

Menurut Siti, REDD+ merupakan inisiatif global dengan desain pemberian insentif kepada negara berkembang untuk menanggulangi deforestasi dan degradasi hutan yang merupakan penyumbang utama emisi gas rumah kaca.

Selain skema REDD+ RBP dari GCF, tersedia fasilitas sejenis seperti letter of intent Indonesia - Norwegia mengenai kerja sama pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan, dan forest carbon partnership facility dari Bank Dunia.

Sektor lahan berkontribusi sebesar 59% target pengurangan emisi yang ditetapkan secara nasional (nationally determined contribution/NDC).

Skema REDD+ memiliki cakupan yang luas termasuk konservasi, manajemen hutan lestari, dan peningkatan stok hutan karbon sehingga dapat mendorong pencapaian pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang juga akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

“REDD+ juga mementingkan keterlibatan masyarakat, masyarakat adat, dan komunitas tradisional sebagai pemangku kepentingan yang harus dipastikan jaminan haknya untuk tinggal di dalam dan sekitar hutan,” papar Siti.

Proposal yang diajukan oleh KLHK ini menyajikan hasil kinerja REDD+ Indonesia untuk periode 2014-2016, dengan volume pengurangan emisi sekitar 20,3 juta ton karbon dioksida ekuivalen (tCO2eq).

Saat ini, Indonesia menggunakan baseline perhitungan rata-rata emisi tahunan sektor lahan sejalan dengan Panduan Praktik yang Baik untuk Penggunaan Lahan yang diterbitkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).

Siti mengatakan Indonesia akan menggunakan dana untuk penguatan koordinasi, implementasi, dan arsitektur REDD+ secara keseluruhan, dukungan tata kelola hutan lestari yang terdesentralisasi melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan hutan desa, serta pengelolaan proyek.

Pengelolaan dana RBP dari GCF dan Norwegia menunjukkan kepercayaan internasional terhadap BPDLH, yang diharapkan menjadi badan nasional terbesar untuk mendorong pembiayaan lingkungan hidup.

Dalam penggunaan dana RBP ini, KLHK bekerjasama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). KLHK akan bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan dan menghasilkan keluaran yang disepakati oleh kedua belah pihak, sesuai dengan alokasi dana yang diatur dalam proposal, seperti untuk upaya penurunan deforestasi, pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla), penegakan hukum dan mendukung rehabilitasi hutan dan lahan sebagaimana arahan Presiden RI. Kemenkeu akan bertanggung jawab dalam mengelola, memantau dan mengevaluasi kinerja proyek untuk memastikan penggunaan sumber daya GCF secara efektif melalui BPDLH.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Herdiyan
Editor : Herdiyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper