Bisnis.com, JAKARTA – Singapura bekerja sama dengan pengembang vaksin, Arcturus Therapeutics Holdings Inc., dan melakukan pendanaan pada risetnya sehingga bisa menjadi pengguna pertama vaksin yang sukses dari perusahaan tersebut.
CEO Arcturus Joseph Payne mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Duke-NUS, saat ini tengah dalam tahap awal pengujian vaksin pada manusia dengan tujuan akhir memproduksi sedosis vaksin untuk seluruh populasi Asia Tenggara.
“Yang harus dipahami adalah karena Singapura mendanai dan membantu kami mengembangkan vaksin ini, fokus awal kami adalah untuk berperan besar dalam penyediaan dan strategi vaksinasi Singapura,” kata Payne, dilansir Bloomberg, Rabu (5/8/2020).
Lantaran banyak negara yang belum bisa membuka perekonomiannya secara menyeluruh sebelum vaksin ditemukan, negara-negara besar dan kaya sudah duluan mengamankan pasokan vaksin dari beberapa kandidat produsen besar seperti dari AstraZeneca Plc dan Pfizer Inc.
Negara-negara lain merasa tidak mampu mengeluarkan biaya besar dinilai mencari masalah sendiri. Thailand dan India yang membuat kandidat pembuat vaksin sendiri, mengandalkan perusahaan farmasi yang lebih kecil.
Meskipun banyak perusahaan besar pembuat vaksin ini menjanjikan agar vaksin yang diproduksi bisa murah dan mudah didapatkan, tapi pada awal distribusinya dosisnya diperkirakan akan sulit mencapai kebutuhan. Kesepakatan untuk mendapatkan pasokan di awal produksi seperti yang dilakukan Singapura bisa menjadi keuntungan tersendiri.
Baca Juga
Sejalan dengan pentingnya pembuat vaksin saat ini untuk mengontrol pandemi, saham Arcturus melonjak dengan nilai yang sudah terkerek hingga 400 persen sepanjang tahun ini.
Payne menambahkan, bahwa saat ini masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa vaksin dari Arcturus bisa efektif, dia juga tidak menyebutkan kapamn vaksin dari Arcturus bisa selesai.
Vaksin yang dinamai Lunar-Cov19 itu menjadi satu dari 20 kandidat vaksin global yang sudah mencapai tahap uji klinis. Otoritas Ilmu Kesehatan Singapura sudah memberikan persetujuan pada Juli lalu untuk menguji vaksin pada 108 sukarelawan yang sehat dari berbagai usia.
Deputy Director Emerging Infectious Disease Program di Duke-NUS Ooi Eng Eong mengatakan, pengujian ini dijadwalkan selesai pada Oktober dengan hasil uji bakal muncul segera setelah pengujian selesai. Adapun, Fakultas Kedokteran tersebut merupakan kerja sama antara Duke University di Amerika Serikat dengan National University of Singapore.
Jika hasil pengujiannya sukses, pengujian lain terpisah akan dilakukan kepada kelompok individu yang lebih besar jumlahnya di beberapa negara dengan prevalensi virus yang lebih tinggi untuk mengukur tingkat kemanjuran.
“Selain dengan Singapura, kami juga sudah menyepakati untuk melakukan pemasokan vaksin ke Israel,” imbuh Payne.
Saat ini, ada lebih dari 160 vaksin yang sedang dikembangkan secara global. Moderna Inc. dan CanSino Biologics Inc. milik China termasuk dalam kandidat teratas dengan vaksinnya yang sudah dalam tahapan pengujian pada manusia.