Bisnis.com, JAKARTA – Anak-anak menjadi salah satu kelompok yang rentan terinfeksi Virus Corona. Sehari, 100 anak di Indonesia positif Covid-19
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan RI Dr Fidiansjah SpKJ MPH menyebut jumlah anak di Indonesia (berusia kurang dari 18 tahun) termasuk yang masih berada dalam kandungan, jumlahnya 30,1 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia atau sekitar 79,5 juta orang.
Berdasarkan kasus konfirmasi Covid-19, menurut data Satgas Covid-19 per tanggal 19 Juli 2020, ada 8,1 persen atau 7.008 anak terjangkit Covid-19.
Sementara itu, 8,6 persen dirawat, 8,3 persen sembuh, dan 1,6 persen lainnya meninggal dunia. Jumlah tersebut termasuk dari tambahan kasus positif sebanyak 1.639 sehingga total menjadi 86.521 kasus pada Minggu (19/7/2020).
Dengan data ini ditemukan bahwa tren jumlah kasus positif Covid-19 pada anak di Indonesia mencapai 100 kasus per hari.
Anak-anak tak hanya potensi terpapar Virus Corona, tapi juga potensi depresi dan kekerasan dalam rumah tangga.
Baca Juga
Kemenkes mencatat selama penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hanya 68 persen anak yang punya akses, dan 32 persen lainnya tidak punya sarana. Anak terpaksa harus belajar sendiri.
Dari data itu, 37 persen anak akhirnya tidak bisa mengetahui waktu belajar, 30 persen anak kesulitan memahami pelajaran, dan 21 persen tidak memahami instruksi guru.
Selain itu, dengan berada di rumah, belajar harus didampingi oleh orang tua. Ternyata, hal ini juga membawa dampak psikososial bagi anak yang jumlahnya cukup mengkhawatirkan.
Berdasarkan survei Kementerian Kesehatan saat ini 47 persen anak bosan tinggal di rumah, 35 persen anak merasa khawatir ketinggalan pelajaran, dan 34 persen takut kena Covid-19 walaupun sudah berada di rumah.
“Hal ini karena harus belajar dengan cara yang tidak seperti biasa,” kata Fidiansjah.
Sementara itu, 20 persen anak rindu dengan teman-temannya, 10 persen khawatir tentang penghasilan orang tuanya, 11 persen merasakan kekerasan fisik, dan 62 persen anak mengalami kekerasan verbal karena proses belajar mengajar yang tidak lazim.