Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konflik Laut China Selatan Memanas, Kenapa Malaysia Diam Saja?

Menteri Luar Negeri Malaysia menegaskan Malaysia tidak akan berkompromi dengan kedaulatannya di Laut China Selatan. Tetapi, Malaysia enggan ikut campur lebih dalam terkait dengan konflik AS dan China.
Foto aerial dari pesawat militer Filipina memperlihatkan bagaimana China melakukan reklamasi di pulau karang di kawasan Kepulauan Spratly di Laut China Selatan yang letaknya berada di sebelah Barat Palawan, Filipina (11/5/2015)./Reuters- Ritchie B. Tongo
Foto aerial dari pesawat militer Filipina memperlihatkan bagaimana China melakukan reklamasi di pulau karang di kawasan Kepulauan Spratly di Laut China Selatan yang letaknya berada di sebelah Barat Palawan, Filipina (11/5/2015)./Reuters- Ritchie B. Tongo

Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan Malaysia soal Laut China Selatan mendapat sorotan publik di Negeri Jiran tersebut setelah Menteri Luar Negeri Hishammuddin Hussein ditegur oleh pendahulunya Anifah Aman.

Anifah, menteri luar negeri yang menjabat selama sembilan tahun hingga jatuhnya pemerintahan mantan pemimpin Najib Razak dalam pemilihan Mei 2018, memperingatkan Hishammuddin pada Kamis (16/7/2020) setelah dia memberikan pernyataan bahwa kapal-kapal China tidak menyusup ke perairan Malaysia selama 100 hari terakhir.

Anifah menemukan fakta sebaliknya, gambar dan penampakan satelit jelas menunjukkan bahwa kapal China telah masuk ke perairan Malaysia.

“Saya terkejut dengan pernyataan menteri luar negeri. Dia bisa menyangkal atau tidak mengetahui fakta. Lebih buruk lagi, dia bermain politik dengan kepentingan maritim dan strategis Malaysia,” kata Anifah, yang kini menjabat sebagai anggota parlemen.

Hishammuddin mengungkapkan pada hari Rabu (15/7/2020) bahwa dalam 100 hari pertamanya di kantor kapal Tiongkok belum terlihat di perairan Malaysia.

“Jadi bagaimana kita mengatur ini? Ini adalah antara kami dan kepemimpinan China... pendirian saya sangat jelas, kami tidak akan berkompromi dengan kedaulatan kami," katanya seperti dikutip dari kantor berita nasional Bernama.

Malaysia dan Brunei adalah dua dari empat negara Asia Tenggara yang menentang klaim ekspansif Beijing atas Laut China Selatan, jalur perdagangan internasional yang bernilai hingga US$3,4 triliun per tahun.

Namun, tidak seperti Vietnam dan Filipina, Malaysia mengaku telah membuat beberapa pernyataan publik tentang masalah ini, bahkan ketika Beijing membangun pulau buatan dan mengirim penjaga pantai dan kapal penelitian ke daerah yang kaya sumber daya untuk memperkuat klaimnya.

Sebuah laporan pemerintah Malaysia pekan lalu menyatakan bahwa penyerbuan ke zona ekonomi eksklusif Malaysia oleh kapal-kapal China telah terjadi sebanyak 89 kali antara 2016 dan 2019.

Menteri Luar Negeri Hishammuddin menanggapi kritik Anifah dengan mengatakan dia merujuk pada upaya diplomatik intensif untuk membuat Penjaga Pantai China dan milisi nelayan meninggalkan zona ekonomi eksklusif Malaysia pada bulan Mei ketika kapal Capella Barat melakukan kegiatan eksplorasi minyak dan gas.

"Posisi kami di Laut China Selatan tidak berubah dari waktu [Anifah]," katanya.

Namun Liew Chin Tong, mantan wakil menteri pertahanan di bawah Pakatan Harapan, mengatakan pernyataan Hishammuddin mungkin dibuat dengan maksud menyembunyikan masalah sebenarnya.

"Saya berharap dia dan kementerian luar negeri dapat terus terang," kata Liew dikutip dari South China Morning Post.

Menurut Liew, pemerintahan sebelumnya telah menjelaskan dalam Buku Putih Pertahanan 2019 bahwa Malaysia tidak ingin memilih pihak dan khawatir tentang ketegangan AS-China.

Meski tidak memihak, Liew menilai sangat penting bagi Malaysia untuk membuat pandangannya jelas.

Dia menghimbau agar kedua belah pihak, AS dan China, untuk menahan diri dari persaingan kekuatan di depan pintu Malaysia.

Posisi Malaysia

Hishammuddin sebenarnya telah memberikan tanggapan terkait dengan konflik AS dan China soal Laut China Selatan.

Dia menegaskan Malaysia tidak akan berkompromi dengan kedaulatannya di Laut China Selatan.

"Itu masalah geopolitik antara dua negara adidaya AS dan China. Biarkan mereka mengatasinya," ujarnya dilansir oleh The Star.

Jika Malaysia harus menegaskan sikap antara kedua negara adidaya tersebut, dia melihat Malaysia masih perlu menyelesaikan klaim yang tumpang tindih antara tetangga.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa penting bagi Malaysia dan Asean untuk memainkan peran perantara untuk menemukan solusi damai untuk masalah ini.

"Ketakutan pribadi saya adalah bahwa itu bisa menjadi insiden atau kecelakaan yang dapat menyebabkan perang. Kita harus menghindari sikap militer karena itu tidak akan membantu situasi," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper