Bisnis.com, JAKARTA - Kota Surabaya dinilai belum siap dengan pelonggaran PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), karean warga masih kurang peduli terhadap risiko penularan Virus Corona atau Covid-19.
Hal itu diungkapkan Sulfikar Amir, Associate Professor of Science, Technology, and Society (STS) Nanyang Technological University (NTU) Singapura dalam Konferensi Pers Persepsi Risiko Surabaya, yang digelar Laporcovid19.org.
Dalam konferensi pers daring melalui Zoom tersebut, Sulfikar Amir mempresentasikan hasil riset NTU bertajuk Survei Persepsi Risiko Covid-19 Surabaya.
Dia memaparkan bahwa hasil kalkulasi survei itu menunjukkan bahwa Indeks Persepsi Risiko warga Kota Surabaya berada di level 3,42 pada skala 5.
"Surabaya kurang siap ke pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar, karean idealnya skor indeksnua di atas 4. Pada level 4, warganya relatif memiliki persepsi risiko yang tinggi dan berkorelasi terhadap perilaku keselamatan," tuturnya dalam konferensi pers daring yang diposting di Youtube Lapor Covid 19, Kamis (16/7/2020).
Meskipun demikian, Sulfikar mengungkapkan Indeks Persepsi Risiko terhadap Covid-19 warga Kota Surabaya masih lebih tinggi dibandingkan dengan DKI Jakarta, yang berdasarkan hasil survei NTU berada di level 3,3.
Sulfikar menambahkan survei NTU di Kota Surabaya dilakukan terhadap 5.904 respoden waraga kota Surabaya dengan mengirimkan kuesioner melalui Whatsapp dengan bantuan dari Humas Pemkot Surabaya.
Survei digelar selama 20 hari mulai 19 Juni hinga 10 Juli 2020. Namun, setelah divalidasi terkumpul 2.895 data responden yang bisa dianalisis. Selain itu, tiga kelurahan di Kota Surabaya tidak memiliki wakil responden setelah divalidasi.
Banyak temuan menarik dari survei terhadap 2.895 responden warga kota Surabaya tersebut.
Sebagian responden sebenarnya sudah menaati protokol Covid-19. Menurut Sulfikar sebanyak 93% responden mengaku sering dan mencuci tangan, 98% sering memakai masker, dan 91 sering menjaga jarak.
"Ini fakta menarik, karena sebelumnya diberitakan 70 persen warga Surabaya tidak mengenakan masker," kata Sulfikar.
Namun, dia mengungkapkan bahwa ketaatan warga tersebut bertolak belakang dengan persepsi risko tertular Covid-19.
"Di level individu, persepsi risikonya rendah. Sebanyak 59% responden mengaku kecil kemungkinan dirinya tertular Covid-19," ujar Sulfikar.
Inilah yang menjadi salah satu faktor untuk mengatakan bahwa Kota Surabaya belum siap dengan pelonggaran PSBB.
Apalagi, sebanyak 78% responden mengatakan bahwa pertimbangan ekonomo versus faktor kesehatan dari pandemi Covid-19 sama-sama pentingnya.
Hal itu tercermin dari persepsi 60% warga tidak rela penghasilan terganggu karena pandemi Covid-19.
Artinya, warga Kota Surabaya menghendaki perekonomian terus berdenyut, tetapi persepsi terhadap risiko penularan Covid-19 masih rendah.
Simak penjelasan selengkapnya Sulfikar Amir mengenai survei NTU dari video Lapor Covid 19 berikut ini.