Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berkomitmen menyelesaikan penyusunan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Sebelumnya, ada berbagai reaksi dari masyarakat yang menyesalkan dikeluarkannya RUU PKS oleh Dewan Perwakilan Rakyat dari Prolegnas Prioritas 2020.
Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK Ghafur Dharmaputra menyampaikan, untuk melanjutkan penyelesaian RUU tersebut diperlukan lobi lebih intensif dengan DPR.
"Saat ini bola berada di tangan DPR. Diperlukan lobi dan pendekatan kekeluargaan bagi penyelesaian RUU," ujar Ghafur dalam keterangan resminya Kamis (16/7/2020).
Ghafur menganggap penting keterlibatan lembaga lain yang tidak termasuk dalam Surpres, termasuk Komnas Perempuan dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Forum Pengada Layanan dan tak kalah penting keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Kementerian mencatat data prevalensi kekerasan perempuan dan anak, terutama kekerasan seksual, sangat tinggi dan selalu meningkat. Apalagi,banyak kasus yang tidak dilaporkan.
Baca Juga
RUU PKS masuk program legislasi nasional (Prolegnas) di 2018, 2019, dan 2020. Namun DPR mengeluarkannya dari Prolegnas 2020. RUU PKS telah menjalani proses panjang sejak 2017. Penarikannya dari Prolegnas 2020 mengundang keprihatinan bersama.
Hingga saat ini Indonesia belum memiliki landasan hukum komprehensif yang mengatur saksi soal kekerasan seksual.
Pemerintah membangun komitmen dan konsolidasi mendorong penyelesaian penyusunan RUU PKS.