Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nota Pembelaan Imam Nahrawi: Taufik Hidayat Seharusnya Juga Jadi Tersangka Suap

Dalam persidangan sebelumnya, Taufik Hidayat sempat mengakui menjadi perantara uang Rp1 miliar kepada Imam Nahrawi.
Mantan atlet bulu tangkis Indonesia Taufik Hidayat dimintai keterangan di gedung KPK./Antara
Mantan atlet bulu tangkis Indonesia Taufik Hidayat dimintai keterangan di gedung KPK./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi menyatakan Taufik Hidayat seharusnya bisa ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu tertuang dalam nota pembelaan alias pledoi Imam.

Menurutnya, sikap ketidaktahuan atas penerimaan uang bukanlah dalil yang bisa membebaskan peraih medali emas di ajang Olimpiade 2004 itu dari perbuatan tindak pidana.

"Seharusnya bila ini dipaksakan menjadi perkara suap, secara logika Taufik Hidayat juga menjadi tersangka suap sebagai perantara, tidak pandang bulu beliau mengerti atau tidak uang itu harus diapakan atau dikemanakan," kata Imam dalam nota pembelaannya, Jum'at (19/6/2020).

Dalam persidangan sebelumnya, Taufik Hidayat sempat mengakui menjadi perantara uang Rp1 miliar kepada Imam. Taufik, saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) periode 2016 - 2017. Dia menjadi saksi untuk Imam Nahrawi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 6 Mei 2020.

Uang itu diketahui adalah pemberian Direktur Perencanaan dan Anggaran Program Satlak Prima Tommy Suhartanto.

Lebih lanjut, dalam pledoinya Imam mengaku tidak pernah menikmati uang Rp11,5 miliar dan Rp8,64 miliar sebagaimana tuntutan jaksa. Sementara, terkait uang senilai Rp1 miliar dari Satlak Prima dia berdalih itu tanpa sepengtahuannya.

"Saya tegaskan sekali lagi saya tidak pernah memerintahkan apalagi meminta kepada dan untuk siapa pun, saya tidak pernah mendapat informasi dari mereka Taufik Hidayat, Supriyono, Lina Nurhasanah, apalagi Budi Pradono. Apakah ketidaktahuan ini menjadi tanggung jawab saya secara pidana juga? Mengingat mereka yang telah bermain api dan mengatasnamakan saya?," ujarnya.

Sebelumnya, Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi hukuman 10 tahun penjara. Mantan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga dituntut hukuman denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 10 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan," kata jaksa KPK Ronald Worotikan saat membacakan surat tuntutan Imam Nahrawi, Jumat (12/6/2020).

Jaksa juga menuntut Imam agar dijatuhi hukuman tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp19.154.203.882. Uang pengganti itu harus dibayarkan paling lambat 1 bulan setelah putusan hukum berkekuatan tetap.

JPU meyakini Imam terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi suap Rp11,5 miliar bersama-sama dengan mantan asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Uang tersebut diberikan dengan tujuan mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.

Jaksa juga meyakini Imam terbukti bersalah menerima gratifikasi sejumlah Rp8,64 miliar bersama-sama Ulum.

Jaksa mengatakan perbuatan Imam diyakini telah melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain itu, Pasal 12B ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper