Bisnis.com, JAKARTA - Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menolak rencana pelaksanaan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2020 sebagaimana diatur dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2020.
Demikian disampaikan Ketua Komite I DPD, Agustin Teras Narang kepada wartawan hari ini terkait rencana pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di 270 provinsi, kabupaten dan kota, Rabu (10/6/2020).
Sebelumnya, melalui perppu, Pemerintah menggeser pelaksanaan Pilkada Serentak ke bulan Desember 2020 dari yang sebelumnya pada Sepetember dengan sejumlah cacatan.
Dalam perppu tersebut juga diatur bahwa jika pemungutan suara tidak bisa dilaksanakan pada bulan Desember, pelaksanaan dijadwalkan kembali setelah bencana non-alam Covid-19 berakhir.
Lebih jauh Teras menyatakan ada sejumlah pertimbangan mengapa komite yang menangani masalah pilkada itu menolak pelaksanaan pilkada pada Desember tahun 2020.
Salah satunya adalah karena organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menyatakan Covid-19 sebagai pandemi global yang belum dapat diprediksi kapan pandemi tersebut akan berakhir, katanya.
Alasan lainnya adalah bahwa pemerintah telah menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020, dan sampai saat ini status tersebut masih berlaku.
“Pandemi Covid-19 telah berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda, meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia,” ujar Teras.
Menurutnya, Pilkada Serentak yang akan melibatkan jumlah pemilih sebanyak 105 juta orang sangat rentan mengancam keselamatan jiwa pemilih dan penyelenggara pemilu.
“Kami mempertimbangkan pula sampai saat ini jumlah korban yang terinfeksi Covid-19 masih terus bertambah serta belum menunjukkan kecenderungan akan melandai apalagi berakhir,” katanya.
Teras menyebutkan penyelenggaraan Pilkada Tahun 2020 yang telah disepakati oleh KPU bersama 270 kepala daerah melalui naskah perjanjian hibah daerah sebesar Rp9.9 triliun.
Anggaran tersebut tentu akan sangat bermanfaat bagi daerah apabila dapat digunakan untuk penanganan pandemi dan pemulihan dampak Covid-19.
Sedangkan pengajuan tambahan anggaran pelaksanaan Pilkada Tahun 2020 oleh KPU sebesar Rp. 535,9 miliar di tengah kondisi pandemi ini akan sangat memberatkan keuangan negara, katanya.
“Belum pula terhitung penambahan anggaran yang dibutuhkan oleh 270 daerah untuk kebutuhan pelaksanaan Pilkada dengan Protokol Covid-19,” katanya.
Teras menyatakan penyelenggaraan pilkada ditengah pandemi corona dikhawatirkan akan merusak makna dan kualitas demokrasi sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Alasannya hal itu mengabaikan aspek sosio-ekonomi dan kesehatan masyarakat.
Karena itu Teras meminta Pemerintah untuk mempertimbangkan pelaksanaan Pilkada Serentak minimal satu tahun dari jadwal sebelumnya.
Dia juga mengatakan recana pelaksanaan Pilkada Serentak pada Desember 2020 tidak memperhatikan doktrin yang diterima secara universal, yaitu “salus populi supreme lex esto” yakni agar keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi bagi suatu negara.