Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

UU Anti-Terorisme Filipina Diprotes Politikus dan Pemimpin Agama

Para legislator Filipina bahkan meminta penghentian proses pengesahan dan penerapan UU Anti-Terorisme tersebut.
Ilustrasi - Suasana kota Manila sepi setelah Pemerintah Filipina menerapkan karantina wilayah atau lockdown menyusul penyebaran virus corona di negara bekas koloni Spanyol tersebut./Istimewa
Ilustrasi - Suasana kota Manila sepi setelah Pemerintah Filipina menerapkan karantina wilayah atau lockdown menyusul penyebaran virus corona di negara bekas koloni Spanyol tersebut./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Proses pengesahaan undang-undang Anti-Terorisme 2020 di Filipina menuai protes dari sejumlah politikus dan pemimpin agama.

Para legislator Filipina bahkan meminta penghentian proses pengesahan dan penerapan regulasi tersebut. Politikus Carlos Isagani Zarate dari daerah Bayan Muna meminta Ketua DPR Alan Peter Cayetano untuk menghentikan proses pengiriman naskah UU itu kembali ke Senat.

Ini terjadi setelah sejumlah anggota DPR mencabut dukungannya atas UU itu atau ingin meminta penjelasan lebih detil. Anggota DPR lainnya Edcel Lagman juga mendesak Cayetano dengan permintaan sama.

“Dia menyebut ada protes besar terhadap pengesahan dan penerapan UU ini,” begitu dilansir Manila Times, seperti dilaporkan Tempo, Selasa (9/6/2020).

Lagman juga menyebut DPR Filipina gagal merancang sendiri beleid soal ini sehingga mengadopsi penuh naskah dari RUU Anti-Terorisme buatan Senat.

Salah satu penggagas RUU ini juga telah mengundurkan diri yaitu anggota Kongres Rozzano Rufino Biazon.

“Zarate meminta Cayetano memberi anggota Dewan lebih banyak waktu untuk memikirkan pilihan mereka soal undang-undang ini,” begitu dilansir Manila Times.

Secara terpisah, pemimpin Katolik dan Protestan mengecam proses pembuatan undang-undang ini sejak awal. Namun, militer Filipina mendukung pembuatan UU ini dengan alasan aturan lama tidak lagi mencukupi. 

Mereka menilai orang-orang yang kritis terhadap pemerintah bisa dibungkam menggunakan undang-undang ini dengan alasan memerangi terorisme.

“Kami meyakini legislasi anti-terorisme ini akan menanggalkan Hak Asasi Manusia dan kebebasan sipil lainnya,” kata kelompok bernama One Faith, One Nation, One Voice, yang menaungi sejumlah pemimpin Kristen dan Katolik.

Dalam pernyataannya, seperti dilansir Rappler, organisasi yang menyuarakan aspirasi rakyat Filipina ini menambahkan bahwa pihaknya menyadari bahwa langkah yang ditempuh ini berbahaya. Namun, langkah itu harus dilakukan.

"Pada saat seperti ini, bersikap diam hanya akan memastikan kerusakan dan pelanggaran hak tak terelakkan dari rakyat kami.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Tempo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper