Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku bisnis berbasis syariah harus segera menyesuaikan diri dengan pemberlakuan tatanan baru atau new normal.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan tatanan baru akan menciptakan perubahan kebiasaan masyarakat dalam mengakses layanan keuangan. Dia mencontohkan transaksi perbankan akan lebih fokus pada layanan internet banking, sementara pembelanjaan produk juga akan semakin fokus pada transaksi online.
Pengembangan ekonomi dan keuangan Syariah juga harus disertai dengan pengembangan teknologi digital untuk mendukung seluruh aktivitas ekonomi dan keuangan Syariah tersebut.
"Pelaku ekonomi Syariah harus menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut, sehingga pemanfaatan teknologi digital dan transaksi online menjadi mutlak diperlukan," katanya dalam sambutan acara webinar yang diselenggarakan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Kamis (4/6/2020).
Dia mengakui, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah masih jauh dibandingkan dengan potensinya. Potensi lainnya yang perlu dimanfaatkan adalah terkait dengan industri produk halal.
Memasuki masa tatanan new normal, kata Ma'ruf, sejumlah kegiatan usaha akan dibuka secara bertahap. Pelaku ekonomi, termasuk ekonomi syariah harus dapat menyesuaikan diri dengan tahapan tersebut.
"[Sektor] penyedia makanan dan minuman seperti restoran, akan lebih dahulu dibuka secara terbatas dan menyusul kegiatan ekonomi lain yang berskala besar seperti pusat perbelanjaan.
Selain itu, produk-produk yang berhubungan dengan kesehatan juga menjadi peluang baru. Pelaku ekonomi syariah dapat turut menyediakan berbagai produk dan jasa yang terkait. Seperti penyediaan masker, hand sanitizer, pelindung wajah (face shield) yang sebagian besar dapat dikerjakan oleh UMKM.
Tak hanya memenuhi kebutuhan domestik, pasar global memiliki potensi yang sangat besar. Pada 2017, produk pasar halal dunia mencapai US$2,1 triliun dan akan berkembang terus menjadi US$3 triliun pada 2023.
"Kita harus dapat memanfaatkan potensi pasar halal dunia ini dengan meningkatkan ekspor kita yang saat ini baru berkisar 3,8 persen dari total pasar halal dunia. Kita harus bisa mengejar Brazil," lanjutnya.
Berdasarkan laporan Global Islamic Economic Report tahun 2019, merupakan eksportir produk makanan dan minuman halal, termasuk daging sapi dan unggas, nomor satu dunia dengan nilai US$5,5 miliar.