Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berhenti pada kasus penangkapan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono, namun bisa membuka tabir kejahatan yang lebih besar di peradilan.
Anggota komisi hukum itu juga mengharapkan prestasi dari KPK itu akan menjadi pintu masuk untuk membuka gerbang dugaan adanya praktik mafia peradilan di lingkungan peradilan Indonesia.
"Kasus yang saat ini disidik hendaknya menjadi pintu masuk untuk menyelidiki kasus-kasus suap di dunia peradilan yang selama ini dipersepsikan masyarakat sebagai praktik mafia peradilan. Meski bisa jadi istilah mafia ini tidak pas karena masih harus dibuktikan lebih lanjut," kata Arsul kepada wartawan, Selasa (2/6/2020).
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu berharap KPK mengembangkan kasus Nurhadi sehingga membantu dunia peradilan Indonesia untuk mendapatkan peningkatan kepercayaan bukan saja dari masyarakat, tetapi juga dari dunia bisnis dan investor termasuk investor asing.
Menurutnya, usaha MA dan lembaga peradilan di bidang pelayanan publik untuk menciptakan kemudahan proses perkara dari tingkat pertama hingga tingkat MA akan mendatangkan apresiasi yang besar ketika praktik suap bisa dibersihkan dari dunia peradilan.
Karena itulah tidak heran jika banyak elemen masyarakat juga berharap KPK tidak berhenti dalam kasus Nurhadi ini pada dugaan suap yang menyebabkannya menjadi tersangka, katanya.
Nurhadi adalah salah satu buronan utama KPK yang selama ini dicari-cari lembaga antirasuah tersebut. Dia diduga menerima suap pengurusan perkara perdata di MA.
Dia juga menjadi tersangka KPK karena diduga menerima gratifikasi berkaitan dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK) di MA.
Penerimaan gratifikasi itu tidak dilaporkan KPK dalam jangka 30 hari kerja.
Nurhadi sempat menghilang setelah dinyatakan menjadi tersangka kasus suap-gratifikasi sebesar Rp46 miliar.