Bisnis.com, JAKARTA - Indonesian Corruption Watch mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut pihak-pihak yang diduga turut membantu pelarian Nurhadi selama ini.
Desakan agar KPK mengusut pihak yang membantu pelarian Nurhadi selama ini disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
Nurhadi dan Rezky Herbiyono ditangkap di Jakarta Selatan setelah cukup lama buron terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA), .
Rezky Herbiyono. Nurhadi dan Rezky dibekuk tim satgas KPK di salah satu rumah di daerah Simprug, Kebayoran, Jakarta Selatan, Senin (1/6/2020).
"KPK harus mengenakan pasal obstruction of justice bagi pihak-pihak yang membantu pelarian Nurhadi," ujar Kurnia lewat keterangan resminya, Selasa (2/6/2020).
Nurhadi dan menantunya buron sejak 4 bulan lalu. Setelah Nurhadi dan Rezky tertangkap, KPK tinggal menemukan keberadaan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT), Hiendra Soenjoto.
Baca Juga
Ketiganya telah dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 13 Februari 2020.
ICW menduga terdapat pihak-pihak yang ikut membantu pelarian Nurhadi dan menantunya selama hampir empat bulan. ICW mendesak KPK untuk mengusut orang-orang yang membantu pelarian Nurhadi Cs tersebut.
"Tentu hal ini dapat digali lebih lanjut oleh KPK dengan menyoal kemungkinan adanya pihak-pihak tertentu yang membantu pelarian atau persembunyian keduanya. Mustahil jika dikatakan pelarian ini tanpa adanya bantuan dari pihak lain," ujar Kurnia.
Pihak-pihak yang diduga ikut membantu pelarian Nurhadi Cs, kata Kurnia, bisa dijerat dengan pasal merintangi atau menghalang-halangi penyidikan.
"Maka dari itu, KPK harus menjerat pihak-pihak tersebut dengan Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang obstruction of justice," katanya.
Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiono pada Senin (1/6/2020).
Nurhadi bersama Rezky dan Hiendra Soenjoto (HS) selaku Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal telah mengajukan gugatan praperadilan sebanyak dua kali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tetapi semuanya ditolak.
Dalam kasus ini, Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait dengan pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai pemberi suap.