Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ambisi Pelonggaran PSBB dan Ancaman Gelombang Kedua Virus Corona

Untuk melonggarkan aturan PSBB atau hidup berdamai dengan Covid-19 lewat skenario ‘the new normal perlu memperhatikan sejumlah indikator. Salah satunya adalah adanya penurunan kasus secara konsisten paling tidak selama dua pekan.
Suasana penutupan Jalan Asia Afrika saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Bandung, Jawa Barat, Jumat (17/4/2020). . ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Suasana penutupan Jalan Asia Afrika saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Bandung, Jawa Barat, Jumat (17/4/2020). . ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

Bisnis.com, JAKARTA – Prediksi penurunan angka penyebaran virus corona diperkirakan mundur dari akhir Mei 2020 jadi melewati Juni 2020 akibat kendurnya penerapan pembataran sosial berskala besar (PSBB) yang dilakukan pemerintah. Satu sisi pemerintah ingin melonggarkan aturan tersebut.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengungkapkan, ada dua skenario yang bisa terjadi dengan berkaca pada kondisi saat ini.

Pertama, puncak penyebaran mencapai 100.000 kasus. Konsekuensinya, negara memerlukan sekitar 75.000 tempat tidur untuk menampung 75% pengidap Covid-19 yang akan menjalani perawatan.

“Kalau ketersediaan tempat tidur di rumah sakit di bawah angka itu, maka akan menjadi masalah,” ujarnya, Selasa (19/5/2020).

Kedua, puncak penyebaran Covid-19 mencapai angka 30.000 dengan perkiraan 75% di antaranya memerlukan perawatan di rumah sakit.

Kasus Covid-19 di Indonesia masih terus bertambah, dan belum menunjukan tren penurunan. Hingga Selasa (19/5/2020), ada tambahan 486 kasus positif Covid-19 sehingga totalnya menjadi 18.496 kasus yang sudah terkonfirmasi.

Anggota Tim Pakar dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyebut Indonesia harus bersiap menghadapi gelombang kedua pandemi virus corona jenis baru atau Covid-19 jika pemerintah ingin melonggarkan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Menurut Pandu, untuk melonggarkan aturan PSBB atau hidup berdamai dengan Covid-19 lewat skenario ‘the new normal perlu memperhatikan sejumlah indikator. Salah satunya adalah adanya penurunan kasus secara konsisten paling tidak selama dua pekan.

“Penurunan kasus secara konsisten kira-kira selama dua minggu. Kemudian, pemeriksaan spesimen enggak boleh menurun harus meningkat, kegiatan pelacakan kontak terus berjalan, dan perilaku hidup bersih penduduk harus meningkat baik pakai masker atau cuci tangan,” katanya ketika dihubungi oleh Bisnis pada Selasa (19/5/2020).

Kemudian yang tak kalah penting menurut Pandu adalah kesiapsiagaan dari layanan kesehatan, tidak hanya rumah sakit tetapi juga puskesmas. Selain dokter dan tenaga medis, ketersediaan alat pelindung diri (APD) harus diperhatikan.

“Kalau memang dilonggarkan dan terjadi lonjakan diharapkan tidak terlalu besar sehingga bisa diatasi segera dan tidak banyak menular karena bisa ditangani segera dengan baik dan tidak sampai ada kematian,” ujarnya.

Adapun terkait dengan klaim menurunnya penambahan kasus harian Covid-19 di Tanah Air sebagai hasil dari penerapan PSBB, menurut Pandu tidak menggambarkan kondisi sepenuhnya. Pasalnya, penambahan tersebut lebih menggambarkan bagaimana kapasitas tes spesimen, alih-alih jumlah sebenarnya penduduk yang terinfeksi.

"Kasus sudah pasti meningkat tapi kan dilaporkan sekian tiba-tiba melonjak lalu turun lagi itu kan lucu. Fenomena itu menunjukkan bahwa kapasitas dan tes yang kita lakukan itu belum betul-betul berjalan dengan baik,” tuturnya.

Pandu menambahkan hal tersebut yang pada akhirnya membuat dirinya kesulitan menyusun kurva epidemi Covid-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi.

“Kita kan inginnya kasus hari itu dilaporkan hari itu atau paling tidak kasus hari itu dilaporkan keesokan harinya atau terlambat sehari. Itu kan testing enggak lama paling berapa jam sudah keluar hasilnya. Menjadi lama karena masalah birokrasi di layanan lab itu sendiri,” ungkapnya.

Sementara itu, sebelumnya, empat peneliti dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) antara lain Iqbal Ridzi Fahdri Elyazr, Karina Dian Lestari, Lenny Lia Ekawati melaporkan bahwa Indonesia sebenarnya belum menampilkan kurva epidemi Covid-19 yang sesuai dengan standar ilmu epidemiologi.

Oleh karena itu, mereka sangsi akan klaim pemerintah yang menyebut telah terjadi penurunan kasus baru Covid-19 setelah PSBB di sejumlah daerah.

Pemerintah selama ini hanya menampilkan kurva harian kasus Covid-19 yang menjelaskan jumlah kasus terkonfirmasi tambahan setiap harinya. Alih-alih menjelaskan bagaimana laju infeksi harian dari virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China itu.

“Jumlah kasus konfirmasi tambahan tidak sama artinya dengan jumlah kasus baru. Angka jumlah kasus harian yang dilaporkan tidak bisa menjelaskan laju infeksi harian pada hari sebelumnya. Dengan kata lain, turunnya angka kasus harian itu tidak bisa langsung dibaca sebagai turunnya laju infeksi harian,” tulis mereka dalam laporannya.

Lebih lanjut, terdapat faktor lain yang sangat berpengaruh pada kurva harian kasus Covid-19 dari pemerintah, yaitu lamanya jarak waktu antara sampel diambil dengan hasil pemeriksaan dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan. Sejauh ini belum diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan sampel dari 37 laboratorium PCR yang ditugaskan oleh pemerintah.

Selain itu, kurva epidemi juga tidak bisa dipukul rata antarwilayah. Pasalnya, mekanisme interaksi antara virus, manusia dan lingkungan untuk setiap wilayah bersifat unik. Sehingga kurva epidemi suatu wilayah tidak berlaku untuk wilayah lainnya.

“Sudah saatnya pemerintah Indonesia mengeluarkan kurva epidemi sesuai standar ilmu epidemiologi untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota. Data tersebut sudah tersedia di rekam medis, sistem informasi fasilitas kesehatan dan laporan pemeriksaan laboratorium,” papar mereka.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper