Bisnis.com, JAKARTA – Mustafa al-Kadhimi secara resmi menjabat sebagai Perdana Menteri Irak yang baru setelah mendapat persetujuan dari mayoritas anggota parlemen.
Dilansir dari The Guardian, Kamis (7/5/2020) sebelum menjabat sebagai Perdana Menteri Irak, Kadhimi pernah menjadi Kepala Intelijen Irak. Kadhimi akan memimpin pemerintahan baru dengan kabinet yang tidak penuh.
Hal itu disebabkan, masih ada beberapa kandidat menteri yang ditolak sehingga ada beberapa posisi menteri yang kosong.
Terpilihnya Khadimi sebagai perdana menteri ini terjadi setelah Adel Abdul Mahdi yang memimpin pemerintahan sebelumnya memutuskan untuk mengundurkan diri pada tahun lalu.
Pengunduran diri Mahdi ini terjadi setelah adanya aksi ribuan demonstran anti-pemerintah yang menuntut pekerjaan dan kepergian elit penguasa Irak. Mereka menuduh kelas politik yang mengambil alih setelah invasi Amerika Serikat 2003 lalu melakukan korupsi hingga menyebabkan kehancuran ekonomi di negara tersebut.
Sejak pengunduran diri Abdul Mahdi pada November tahun lalu, dua calon perdana menteri Irak mulai merancang kabinet.
Untuk kandidat nama-nama yang diusulkan masuk di kabinet Khadimi, masih ada beberapa penolakan dari anggota parlemen. Hal itu menyebabkan beberapa posisi menteri di kabinet masih ada yang kosong.
Di awal pemerintahannya, Khadimi menyatakan akan fokus menangani pandemi virus Corona atau Covid-19. Di Irak sendiri, saat ini kasus positif Covid-19 telah mencapai 2.000 kasus dan lebih dari 100 kasus kematian.
Pemerintahan Khadimi juga harus berhadapan dengan krisis ekonomi yang akan datang yang dipicu oleh pandemi yang telah menyebabkan harga minyak, sumber utama pendapatan Irak anjlok.
Kelompok itu juga menghadapi pemberontakan ISIS yang meningkat ketika kelompok ekstremis itu meningkatkan serangan terhadap pasukan pemerintah dari tempat persembunyian di daerah-daerah terpencil di Irak utara.