Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eks Anggota KPK: Stafsus Presiden Harus Deklarasi Sejak Awal

Deklarasi itu perlu dilakukan sebelum menjabat sehingga staf khusus sungguh terhindar dari konflik kepentingan selama mengisi posisi tersebut.
Mantan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kiri) ketika memberikan keterangan pers di Jakarta, Rabu (2/8/2017)/Antara-Hafidz Mubarak A
Mantan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kiri) ketika memberikan keterangan pers di Jakarta, Rabu (2/8/2017)/Antara-Hafidz Mubarak A

Bisnis.com, JAKARTA - Para staf khusus Presiden Joko Widodo dinilai perlu membuat deklarasi agar tidak melakukan konflik kepentingan selama menjabat. Usulan itu datang dari Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif.  

"Saya kasihan sama mereka karena ini anak-anal pintar, rising star, inovatif, baik, tapi dengan mencemplungkan diri ke situ (pemerintahan) mereka jadi susah mereka. Kalau yang lain itu pengusaha semua, mereka harus membuat deklarasi antikonflik kepentingan selama jadi staf khsusu," kata Syarief, di suatu diskusi dalam jaringan, di Jakarta, Jumat (24/4/2020).

Diskusi itu bertema 'Konflik Kepentingan dan Penegakan Hukum Tinda Pidana Korupsi' yang digagas Indonesia Corruption Watch (ICW).

Dari tujuh staf khusus Presiden Jokowi dari kalangan muda, ada dua orang yang sudah mengundurkan diri yaitu CEO Ruangguru, Adhamas Belva Devara, dan CEO PT Amartha Mikro Fintek, Andi Taufan Garuda Putra.

Keduanya dikritik karena Ruangguru terlibat dalam pengadaan Kartu Pra Kerja bernilai triliunan rupiah dan Amartha terlibat dalam program Relawan Desa Lawan Covid-19 melalui suratnya kepada para camat se-Indonesia.

Masih ada lima orang staf khusus Jokowi dari kalangan muda ini, yaitu Putri Indahsari Tanjung (CEO dan pendiri Creativepreneur); Ayu Kartika Dewi (pendiri Gerakan Sabang Merauke), Gracia Billy Mambrasar (CEO Kitong Bisa), Angkie Yudistia (pendiri Thisable Enterprise), serta Aminuddin Maruf (santri yang juga mantan Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia).

"Deklarasi itu mengatakan perusahaan saya tidak akan mendapatkan proyek pemerintah apapun, tapi kan sayang ya? Kalau saya jadi staf khusus saya keluar saja (dari perusahaan). Jadi memang harus ada deklarasi. Kasihan anak-anak ini terkurung padahal punya potensi," kata Laode.

Oleh karena itu, menurut Laode, deklarasi pada awal masa jabatan menjadi pilihan yang masuk akal agar mereka dapat dilihat sebagai contoh oleh anak muda lain.

"Berat kalau memang, tapi bila ingin dikenang sebagai contoh oleh teman-teman milenial, mereka harus bikin deklarasi benturan kepentingan bahwa diri pribadi mereka dan perusahaan mereka tidak akan mendapat keuntungan dari proyek negara karena konflik kepentingan adalah satu tangga terakhir sebelum perbuatan korupsi," katanya.

Laode mengaku bahwa sebelumnya dia berharap anak muda bertindak lebih baik dibanding kaum senior atau mauk golongan baby boomers. Namun, selama mengisi posisi di KPK, jelas dia, sejumlah kasus menunjukkan bahwa perilaku orang tua atau orang muda sama saja.

Namun, dia menghargai pengunduran diri Belva dan Andi Taufan.

"Contohnya Andi Taufan menyurati camat agar kalau bisa dibantu, ini adalah konflik kepentingan. Saya hargai pengundurkan diri mereka termasuk Belva. Tapi jangan-jangan anak-anak muda sudah teracuni kepalanya dengan konflik kepentingan, ternyata milenial dan 'kolonial' sama saja sifatnya kalau sudah uang, lupa semuanya," kata Syarif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper