Bisnis.com,JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha akan meminta klarifikasi ke Kementerian BUMN terkait dugaan mafia peralatan kesehatan.
Juru Bicara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih mengatakan bahwa klarifikasi itu dilakukan menyusul pernyataan sang menteri, Erick Thohir, terkait keberadaan mafia alat kesehatan yang terpublikasi belum lama ini.
“Terkait dengan hal itu, secara resmi kami akan meminta Kementerian BUMN untuk menjelaskan. Mungkin ada informasi di publik, mudah-mudahan kami dapat penjelasan lebih detail tentang mafia yang dimaksud," katanya, Kamis (23/4/2020).
Lanjutnya, setelah melakukan klarifikasi, KPPU akan mulai melakukan penelitian guna memastikan ada tidaknya pelanggaran terhadap prinsip persaingan usaha seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sebelumnya, Erick Thohir diektahui sempat menyebut ketergantungan Indonesia dengan bahan baku impor menyebabkan munculnya praktik-praktik tidak terpuji yang dilakukan oleh mafia.
Sebelumnya, KPPU memang telah melakukan penelitian terkait alat kesehatan khususnya produksi masker di Tanah Air. Hasilnya, komisi belum menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pemangku kepentingan sehingga menyebabkan terjadinya fenomena itu.
Baca Juga
“Berdasarkan hasil penelitian kami, kenaikan harga yang terjadi karena meningkatkan permintaan yang tidak diimbangi dengan pasokan, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun impor. Tapi kami belum akan menutup penelitian ini dan kami juga menerima laporan masyarakat jika menemukan dugaan pelanggaran persaingan usaha terkait penjualan masker,” ujar Guntur Saragih.
Terkait tingginya permintaan, dia mengimbau agar masyarakat tidak panik. Pasalnya, kepanikan menyebabkan terjadinya pembelian yang melebihi skala konsumsi. Konsumen, tuturnya, diharapkan bertindak cerdas sehingga tidak kian mempersulit keadaan.
M. Zulfirmansyah, Direktur Ekonomi KPPU mengatakan bahwa penelitian tersebut dilakukan sejak awal Februari 2020 ketika harga masker mulai mengalami peningkatan. Selain di Jabodetabek, pihaknya juga melakukan penelitian di 6 kantor wilayah mulai dari Medan, Bandar Lampung, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Balikpapan.
“Hasil penelitian memang menyatakan adanya peningkatan permintaan yang tidak diiringi peningkatan suplai. Kapasitas produksi produsen tidak sama. Kami sudah undang berbagai pihak mulai dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Perindustrian. Selain itu kami juga mengundang dua importir, produsen dan distributor,” paparnya.
Selama ini, ucapnya, ada 28 produsen masker dalam negeri yang diawasi oleh Kementerian Kesehatan dengan yang didistribusikan oleh 28 pelaku usaha. Sementara itu, untuk produk impor, didistribusikan oleh 22 pelaku usaha.