Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang permohonan terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1/2020 pada Selasa, 28 April 2020 di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima tiga permohonan uji konstitusionalitas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 19 (Covid-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Pertama, permohonan yang diajukan oleh sejumlah pemohon perseorangan yang teregistrasi dengan Nomor 23/PUU-XVIII/2020. Kedua, permohonan diajukan oleh sejumlah organisasi masyarakat yakni Nomor 24/PUU-XVIII/2020.
Ketiga, MK menerima permohonan baru terkait pengujian Perppu 1/2020 yang dimohonkan oleh Damai Hari Lubis yang terregistrasi dengan Nomor 25/PUU-XVIII/2020.
Berdasarkan informasi yang diirlis pada laman resmi MK, Selasa (21/4/2020) sidang Pendahuluan ketiga perkara tersebut akan digelar di Ruang Sidang Pleno Gedung MK dengan mengacu pada ketentuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), seperti menjaga jarak fisik (physical distancing) dengan mengikuti protokol kesehatan yang melibatkan Satgas Covid-19 MK.
Sebelum memasuki ruang sidang, Majelis Hakim Konstitusi dan Pemohon akan diperiksa suhu tubuh, kemudian mengenakan masker dan sarung tangan, disiapkan hand sanitizer, dan lainnya.
Baca Juga
Para Pemohon juga dibatasi kehadirannya yakni paling banyak tiga orang di Ruang Sidang, yang meliputi Pemohon prinsipal dan kuasa hukum.
Sementara itu, pada 31 Maret 2020, Pemerintah menetapkan Perppu 1/2020 dalam menghadapi pandemi Corona Virus Diseases 19 (Covid-19). Perppu tersebut diterbitkan dengan dasar bahwa ada dampak buruk pandemi Covid-19 terhadap sistem keuangan negara.
Hal ini merujuk pada fakta penurunan berbagai aktivitas domestik sehingga Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) melakukan tindakan antisipasi dengan menerbitkan Perppu No.1/2020.
Namun, tindakan Pemerintah tersebut dipertanyakan secara konstitusionalitas oleh beberapa orang atau kelompok masyarakat.
Para Pemohon menilai Pasal 27 Perppu No.1/2020 berpotensi menjadikan pejabat atau penguasa kebal hukum. Alasannya adalah pada Pasal 27 Perppu 1/2020 menyebut KSSK ataupun pejabat pelaksana Perppu tersebut tidak dapat dituntut baik secara pidana dan perdata.
Selain itu, pasal tersebut juga dinilai rawan korupsi dengan adanya Pasal 27 ayat (1) terutama frasa “bukan merupakan kerugian negara”.
Tak hanya itu, pasal tersebut juga dinilai tidak memiliki urgensi dan alasan hukum yang kuat apalagi UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah mengatur keuangan negara dalam kondisi tidak normal atau darurat sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5).
Para Pemohon juga menyebutkan bahwa Perppu 1/2020 tidak memenuhi tiga syarat “kegentingan memaksa” sebagai parameter bagi Presiden dalam menerbitkan sebuah Perppu berdasarkan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009.
Tiga syarat tersebut adalah adanya keadaan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang; undang-undang yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum; dan kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan mendesat tersebut memerlukan kepastian untuk diselesaikan.
Menurut Pemohon, Perppu 1/2020 membahas mengenai masalah keuangan dan anggaran negara, sedangkan anggaran negara sudah ditetapkan dalam APBN.
Kemudian, pandemi Covid-19 yang menjadi alasan kekosongan hukum juga tidak terpenuhi. Pasalnya, Indonesia telah memiliki UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan yang dapat dijadikan dasar hukum mengambil kebijakan penanganan Covid-19.