Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyebut rencana Menteri Hukum dan HAM yang membebaskan napi koruptor akan mencederai rasa keadilan publik dan membuat kepastian hukum dalam pemberantasan korupsi makin absurd.
"Seharusnya, jika ada koruptor yang terindikasi terkena virus Covid-19, mereka tak perlu dibebaskan, tetapi bisa dikarantina di Natuna, atau di Pulau Galang, atau di Nusakambangan atau bahkan di Pulau Buru," ujar Neta dalam keterangannya, Sabtu (4/4/2020).
Menurut Neta, kecil kemungkinan para napi koruptor atau napi kakap lainnya terkena virus corona karena punya dokter pribadi dan mendapat perawatan kesehatan prima di lembaga pernasyarakatan (Lapas).
"Soalnya, dengan uang yang dimilikinya, selama ini mereka bisa 'membeli' kamar. Sehingga satu kamar sel tahanan hanya dia sendiri yang menempati. Selain itu, mereka selalu bisa memesan makanan khusus yang dibawa keluarganya dari luar dan mereka tidak pernah memakan makanan lapas," ujarnya.
"Semua itu mereka dapatkan dengan uang yang dimilikinya. Jadi, tidak ada alasan bagi Menkumham untuk membebaskan para napi korupsi, dengan alasan wabah virus Covid-19. Lagi pula Menkumham belum pernah melakukan rapid test terhadap napi dan belum pernah mendata lapas mana saja yang terindikasi terkena wabah Covid-19," tambahnya.
Neta menyebut kerawanan terhadap wabah virus Covid 19 justru berpeluang terjadi di sel-sel napi 'kelas teri', sebab dalam satu sel napi kelas teri ini bisa ditumpuk 10 hingga 15 orang, sehingga sangat rawan tertular Covid-19.
"Sementara makanan mereka setiap hari hanya seadanya. Jauh dari makanan bergizi karena terdiri dari nasi ala kadarnya dan kuah sayur. Blok sel napi kelas teri di banyak lapas dari dulu sengaja dijauhkan dari blok napi kelas kakap. Tujuannya agar napi kelas kakap tidak terusik ketenangannya," ujarnya
"Sehingga kalau pun di blok napi kelas teri berkembang wabah Covid 19 belum tentu menyebar ke blok napi kelas kakap, apalagi napi korupsi yang punya lapas khusus di Sukamiskin, Bandung," tambah Neta.
Oleh sebab itu, wacana Menkumham untuk membebaskan napi korupsi adalah gagasan yang sangat tidak masuk akal.
Apalagi Menkumham mengatakan napi korupsi yang akan dibebaskan adalah napi yang berusia 60 tahun ke atas, "Ini lebih tidak masuk akal lagi, sebab sebagian besar napi korupsi itu adalah para pejabat yang berusia 60 tahun ke atas."
"Mereka mendapatkan posisi jabatan di umur 50 tahun dan setelah itu mereka berkuasa, lalu korupsi. Masa Menkumham lupa dengan data napi korupsi? Kalau napi ABG atau di bawah 40 tahun biasanya terlibat kriminal jalanan alias menjadi napi kelas teri," tegasnya.
Oleh sebab itu, IPW menyarankan Menkumham segera melakukan rapid test di seluruh lapas agar diketahui lapas mana saja yang terpapar Covid-19. Pasalnya, jika pun ada napi korupsi yang terkena virus corona, mereka bisa dikarantina di Natuna, di Pulau Galang, Nusa Kambangan atau Pulau Buru.
"Setelah sehat baru mereka dikembalikan ke Sukamiskin. Untuk napi korupsi kita jangan bicara hati nurani dan rasa kebangsaan, sebab ketika mereka asyik berkorupsi ria mereka juga tidak pernah bicara hati nurani rakyat dan rasa kebangsaan masyarakat," ungkap Neta.
"Akibat mereka korupsi, gedung sekolah ambruk dan jembatan ambruk hingga membuat rakyat menderita. Seharusnya para koruptor itu dihukum mati. Jadi harusnya mereka masih bersyukur bisa hidup di lapas," tutupnya.
IPW Kecam Pembebasan Napi Koruptor di Tengah Pandemi Covid-19
Seharusnya, jika ada koruptor yang terindikasi terkena virus Covid-19, mereka tak perlu dibebaskan, tetapi bisa dikarantina.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Annisa Sulistyo Rini
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 hari yang lalu