- Benarkah masyarakat benar-benar memahami latar belakang imbauan pemerintah agar mereka tidak keluar rumah?
- Setiap orang perlu memahami secara utuh alasan teknis mengapa kalau tak keluar rumah, mereka berguna dengan berkontribusi memutus mata rantai penularan COVID-19.
- Hampir semua paham bahwa COVID-19 bisa menular melalui udara dan kontak langsung. Namun, sudah menggunakan masker dan menghindari kontak langsung masih sangat jauh dari aman dari potensi tertular.
- COVID-19 mampu bertahan hingga hitungan hari di permukaan suatu benda. Jika orang lain keesokan harinya menyentuh benda itu, dia berpotensi tertular.
- Asimtomatik carrier adalah orang yang sebenarnya telah diserang COVID-19, tapi tidak sakit karena daya tahan tubuhnya bagus.
- Perlu edukasi lebih gamblang dan massal dari pemerintah mengenai cara penularan COVID-19, khususnya yang melalui benda, karena tidak terlihat sehingga sulit dihindari.
- Upaya massal dan terstruktur mengenai penginformasian cara penularan, terutama melalui benda, “masih dapat” ditingkatkan.
- Masyarakat perlu disuapi informasi mengenai teknis penyebaran COVID-19 seperti yang pernah diterapkan dalam penyebaran info mengenai petunjuk teknis orang menusuk surat suara untuk pemilu atau seperti saat registrasi kartu prabayar lewat SMS ke 4444.
Bisnis.com, JAKARTA - Virus corona jenis baru COVID-19 sudah menghantam semua sendi kehidupan di dunia, juga di sejumlah daerah di Indonesia termasuk Jabodetabek.
Pemerintah pusat telah menerapkan kebijakan social distancing (menjaga jarak sosial/antarmanusia), sedangkan Pemprov DKI Jakarta menetapkan status Ibu Kota tanggap darurat dan selama 2 pekan terhitung mulai 23 Maret 2020 semua kegiatan perkantoran diminimalkan.
Sebelumnya sejumlah pemda telah menetapkan sekolah di rumah bagi siswa-siswinya. Perguruan-perguruan tinggi juga menerapkan perkuliahan jarak jauh atau dari rumah melalui pemanfaatan teknologi informasi.
Intinya, semua kegiatan yang biasanya dilakukan di luar rumah dan menimbulkan kumpulan manusia sedapat mungkin dihentikan.
Larangan keluar rumah pun dipatuhi sebagian besar masyarakat. Ketika dalam keadaan terpaksa keluar rumah, saya menikmati jalan lapang Jakarta.
Namun, satu hal yang mengusik pikiran saya: benarkah warga masyarakat benar-benar memahami latar belakang imbauan pemerintah agar mereka tidak keluar rumah? Atau mereka tidak keluar rumah hanya karena alasan: “Pokoknya kalau saya tidak keluar rumah, saya membantu memutus mata rantai penyebaran virus corona”, tanpa memahami alasan teknis mengapa mereka berguna bagi orang banyak dengan ikut berkontribusi memutus mata rantai penularan virus tersebut?
Saya meninjaunya dari sisi proses atau teknis penularan COVID-19. Berdasarkan perbincangan saya dengan sejumlah orang terutama melalui ponsel, bukan kontak langsung, saya berkesimpulan hampir semua paham bahwa COVID-19 bisa menular melalui udara yakni jika ada orang di dekat kita yang batuk atau bersin.
Kebanyakan orang paham pula bahwa kontak langsung terutama berjabat tangan berpotensi besar menularkan virus ini.
Dengan demikian, menggunakan masker—walaupun menurut Representatif World Health Organization (WHO) untuk Indonesia, N. Paranietharan, orang sehat tidak perlu memakai masker—dan menghindari kontak langsung dengan orang lain, baik yang tampak sakit maupun tidak, akan menjadi jalan paling mudah untuk mencegah proses penularan dengan dua cara tersebut.
Namun, saya khawatir “sudah menggunakan masker dan menghindari kontak langsung” menimbulkan anggapan bahwa seseorang sudah aman dari sasaran penularan COVID-19. Padahal, tidak demikian, bahkan menurut saya masih sangat jauh dari aman.
Masalahnya, ada satu titik yakni ketika hampir semua saya ajak berkomunikasi tidak sepenuhnya memahami bahwa COVID-19 berpotensi menular melalui benda yang beberapa jam sebelumnya dipegang oleh seorang yang telah membawa virus tersebut—meskipun dia sehat karena daya tahan tubuhnya bagus—dan orang lain kemudian memegang benda yang sama, ingat: tanpa harus kedua orang itu bertemu atau berinteraksi.
Menurut sejumlah penelitian yang dikutip berbagai media resmi, bukan media sosial, COVID-19 bahkan mampu bertahan hingga hitungan hari di permukaan suatu benda.
Studi yang ditulis New England Journal of Medicine dan diwartakan kembali oleh Science Daily menyebutkan bahwa virus corona dapat bertahan selama 2 hingga 3 hari pada permukaan dengan bahan plastik dan stainless steel serta 24 jam di permukaan kardus.
"Jika kamu menyentuh benda yang baru-baru ini [mulai hitungan jam hingga hitungan hari, tergantung pada jenis bahan yang dihampiri virus tersebut] dipegang orang lain, ketahuilah bahwa benda itu bisa mengontaminasi [menularkan], sehingga cucilah tanganmu," kata James Lloyd-Smith, profesor ekologi dan biologi evolusi UCLA (University of California, Los Angeles) yang terlibat dalam studi dimaksud.
Kekhawatiran saya terhadap cara yang ketiga—melalui benda, selain melalui udara dan kontak langsung—dalam proses penuluran virus ini semakin besar karena cara ini sulit dihindari, apa lagi tidak banyak orang memahami bahayanya yang laten (tersembunyi; terpendam; tidak kelihatan, tetapi berpotensi muncul).
Untuk dua cara pertama (melalui udara dan kontak langsung), seseorang relatif lebih mudah menghindarinya karena terlihat. Namun, berbeda dengan cara penularan ketiga sebagaimana yang dipaparkan oleh studi UCLA tadi: tidak terlihat, sehingga sulit diidentifikasi, dan selanjnutnya menjadi sulit untuk dielakkan.
Proses penyebaran corona dengan cara yang ketiga ini yang, menurut saya, perlu diedukasi lebih gamblang dan massal lagi kepada semua warga masyarakat walaupun bukan berarti upaya mengedukasi cara penularan yang ketiga ini belum dilakukan berbagai pihak.
Saya sungguh menghargai upaya pemerintah yang telah menyiapkan website https://www.covid19.go.id/ yang juga dapat diakses melalui WhatsApp. Saya juga sangat menghargai upaya banyak warga masyarakat yang memberi informasi (yang benar) mengenai corona.
Namun, jujur saja, saya melihat upaya massal dan terstruktur dari pemerintah khusus mengenai penginformasian cara penularan—terutama yang ketiga yakni melalui benda—masih dapat dan seharusnya ditingkatkan.
Tentu saja hasil wawancara saya dengan belasan orang-orang dekat tadi tidak dapat dikatakan sebagai penghasil kesimpulan yang pasti benar. Namun, paling tidak, ternyata ada orang-orang yang berpendidikan—semua yang saya ajak bicara sarjana S1—yang belum paham seutuhnya proses penularan tadi, terutama cara yang ketiga.
Mereka hanya tahu sebaiknya tidak keluar rumah untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19, tetapi tidak memahami secara utuh mengapa tidak boleh keluar rumah yakni akibat tiga cara penularan tadi, terutama cara yang ketiga, yang tersembunyi dan sulit dideteksi.
Perkiraan saya, itulah sebabnya masih ada orang-orang yang masih mencoba keluar rumah—meski hanya di lingkungan sekitar—padahal untuk keperluan yang tidak mendesak atau masih ada orang yang harus keluar rumah untuk keperluan penting, tetapi begitu pulang langsung memeluk ayah atau ibunya yang sudah berusia lebih dari 60 tahun, tanpa dia sadari bahwa usia tersebut paling rentan tertular COVID-19, dikutip dari pernyataan Profesor Brendan Murphy, Chief Medical Officer for the Australian Government, yang tertera pada News GP https://www1.racgp.org.au/.
Sekali lagi, saya sangat ingin melihat pemerintah—sebagai institusi yang seharusnya paling layak dipercaya—untuk menginformasikan secara sangat teknis mengenai cara penularan COVID-19 terutama untuk cara yang ketiga: penularan melalui benda oleh orang yang sehat, hanya asimtomatik carrier, bukan suspect, karena daya tahan tubuhnya kuat.
Asimtomatik carrier adalah sebutan untuk orang yang sesungguhnya telah terkena serangan virus vorona, tetapi tidak sakit karena daya tahan tubuhnya kuat. Namun masalahnya, dia bisa menularkan virus itu kepada orang lain.
Orangnya memegang sebuah benda, benda itu dipegang orang lain lagi dalam hitungan jam, bahkan sampai hitungan hari, dan orang berikutnya yang memegangnya kemudian tertular corona. Orang tersebut lantas pulang ke rumah, dan tidak membersihkan diri dengan saksama, sehingga lantas muncul potensi menularkan virus tersebut kepada keluarganya.
Saya bayangkan informasi secara massal dan gamblang serta mudah dipahami berbagai lapisan masyarakat mengenai teknis penyebaran COVID-19 ini—seperti tertera pada alinea di atas—disebarluaskan seperti petunjuk teknis orang menusuk surat suara ketika pemilu atau seperti ketika masyarakat diminta melakukan registrasi kartu prabayar melalui SMS ke 4444 sekitar 3 tahun lalu.
Orang-orang harus disadarkan bahwa COVID-19 sangat berbahaya terutama yang penularannya tersembunyi yakni melalui benda tanpa harus melihat orang yang memegang benda itu sebelumnya, dengan cara disuapi, bukan dengan mereka mencari-cari melalui WA atau website tertentu.
Saya membayangkan upaya penginformasian cara penularan—tentu juga upaya mitigasinya—secara massal ini dimulai dari divisi komunikasi Kementerian Kesehatan.
Setelah itu, divisi komunikasi Kemenkes—apa pun sebutan atau nama resminya, tetapi yang bertugas menjalankan fungsi komunikasi—kemudian berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk menghasilkan materi yang informatif dan mudah dicerna oleh berbagai lapisan masyarakat.
Langkah berikutnya, setelah materi itu jadi dan siap untuk disebarluaskan, Kemkominfo menggandeng Kementerian BUMN dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk memanfaatkan jejaring di bawah dua institusi tersebut menyebarluaskan materi informasi tersebut hingga di tingkat pejabat RT dan RW.
Melalui Kementerian BUMN, seluruh pemimpin BUMN mewajibkan semua karyawan BUMN di bawahnya untuk menyebarluaskan materi informasi dimaksud melalui berbagai WA group yang dimiliki karyawan bersangkutan. Entah itu WA group pengajian, teman SMA, apa saja.
Melalui Kementerian PANRB, pemerintah bisa dengan mudah menyebarluaskan materi informasi itu hingga ke tingkat ketua RT dan RW. Setelah tiba di tangan pengurus RT, barulah materi tersebut difotokopi untuk dibagikan ke setiap rumah warga, serta juga ditempelkan di berbagai lokasi strategis di RT bersangkutan supaya mereka yang masih nongkrong di luar rumah, segera pulang.
Sekali lagi, dalam kondisi sekarang, materi edukasi seperti itu harus disuapi, disodorkan ke depan mata setiap orang, agar mereka paham seutuhnya mengapa tidak boleh keluar rumah, bukan sekadar tahu bahwa kalau mereka berdiam di rumah, akan membantu memutus penyebaran COVID-19.