Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) melakukan perlawanan terhadap wabah virus corona (Covid-19) dengan kolaborasi untuk meredam hoaks di media sosial.
Ketua Presidium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho menjelaskan bahwa penyakit yang disebabkan oleh virus corona menimbulkan kepanikan global. Di era digital, kepanikan ini dapat terbaca dari maraknya distorsi informasi yang mengancam nalar sehat masyarakat.
Di Indonesia hingga 3 Maret 2020, Kominfo telah melaporkan 147 hoaks Covid-19, sedangkan Mafindo mencatat 103 hoaks dengan viralitas tinggi.
Beragam hoaks ini telah menimbulkan kebingungan publik, menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap otoritas kesehatan, dan memantik kepanikan seperti aksi panic buying.
Untuk itu dibutuhkan kerja kolaborasi untuk bersama meredam hoaks Covid-19 sebagai bagian untuk memenangkan perlawanan terhadap wabah ini.
Dari 103 hoaks yang tercatat Mafindo, 33% terkait pasien yang terinfeksi Covid-19, 22,3 persen tentang penanganan pasien di Tiongkok, 20,4 persen tentang asal dan moda penyebaran virus, 8,7 persen tentang pencegahan dan pengobatan, dan sisanya terkait isu penanganan pasien di Indonesia, pasien di luar negeri, dan juga hoaks berbau sentimen agama.
“Hoaks Covid-19 praktis mendominasi persebaran hoaks di Indonesia sejak Januari 2020, bisa jadi karena misteri di seputar virus ini menimbulkan ketakutan masyarakat yang berlebihan,” ungkapnya saat ditemui Bisnis, Senin (9/3/2020).
Dia mengungkapkan ditambah dengan masih rendahnya literasi digital masyarakat kita, tanpa melakukan verifikasi, orang langsung menyebarkan informasi karena niatnya ingin melindungi teman atau keluarganya, padahal informasi yang salah, justru bisa membahayakan atau menimbulkan kepanikan yang tidak perlu.
Dia khawatir, hoaks dapat juga menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap otoritas kesehatan, sehingga melakukan aksi penyelamatan sendiri.
“Seperti menimbun masker, obat yang dianggap bisa mencegah atau mengobati Covid-19, hingga memborong sembako karena kuatir kehabisan. Tentu dampak hoaks ini bisa mengganggu ekonomi negara,” tambah Septiaji
Persebaran hoaks Covid-19 berimplikasi serius dalam beberapa hal, seperti mengaburkan prosedur pencegahan dan pengobatan. Selain itu, berbagai hoaks tersebut merusak kepercayaan publik terhadap otoritas kesehatan negara, media massa, dan para ilmuwan.
Hoaks tersebut juga berdampak SARA, yaitu menguatkan sentimen negatif terhadap etnis China.
“Akibatnya, gejala xenophobic yang sudah tertanam, terangkat dan mendapatkan amunisi akibat meluasnya hoaks Covid-19 bernuansa SARA, yang bukan saja mengancam akal sehat, tetapi juga mengancam keutuhan bangsa Indonesia yang multikultural,” jelasnya.
Kemudian, dia menilai hal tersebut dapat menimbulkan kegaduhan yang tak perlu di tengah situasi saat masyarakat sangat membutuhkan panduan dan informasi yang tepercaya dan dapat diandalkan.