Bisnis.com, JAKARTA – RUU Pengawasan Obat dan Makanan alias RUU POM yang saat ini sudah masuk Prolegnas dan ditargetkan bisa selesai dalam 2 hingga 3 kali masa sidang tahun 2020. Tujuannya, agar memberi kemudahan bagi pelaku usaha UMKM memperoleh izin dan pendampingan produksi.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh menegaskan, kini pembahasan RUU POM berjalan jauh lebih cepat. Pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pun sudah menerimanya.
Menurut politisi asal Partai Kebangkitan Bangsa tersebut, tidak masuk RUU tersebut dalam daftar carry over bukan berarti pembahasannya molor. Pasalnya, untuk bisa masuk daftar tersebut, harus diusulkan oleh minimal sembilan fraksi ditambah komponen DPD dan pemerintah.
“Jadi keliru kalau dianggap molor,” ujar Nihayatul, melalui siaran pers yang diterima Bisnis, Jumat (28/2/2020).
Dia menilai, RUU ini akan menjadi penting, khususnya bagi pelaku UMKM. Karena, Badan POM akan berkewajiban mendampingi pelaku usaha bidang makanan, kosmetik dan obat-obatan hingga terbit surat izinnya.
Nihayatul menjelaskan, selama ini BPOM dianggap menghambat UMKM karena hasil tes laboratoriumnya kerap dianggap tidak pas atau tidak memenuhi syarat, yang ujung-ujungnya izin tak keluar. Ke depan, justru UMKM akan didampingi oleh BPOM, bahkan mulai dari proses pra hingga pascaproduksi. Jadi secara tidak langsung, RUU POM ini akan memperkuat UMKM.
Baca Juga
Anggota DPR dari Dapil Jawa Timur III itu juga menambahkan, kewenangan BPOM memang perlu ditambah melalui RUU tersebut. Selama ini, tuturnya, BPOM hanya bisa mengawasi sedangkan penindakan diserahkan pada pihak kepolisian.
“Hukumannya pun tidak seimbang. Saya ambil contoh, memasukkan bahan kimia ke dalam makanan atau kosmetik hukumannya hanya satu hingga dua bulan saja. Jelas tidak seimbang. Arah RUU ini lebih kepada ketahanan pangan kita sehingga BPOM nantinya bisa mengawasi keseluruhan proses produksi,” tuturnya.
Sejauh ini, baru ada 40 Loka (Pengawas Obat dan Makanan) pada lebih dari 500 kabupaten kota di seluruh Indonesia. Sehingga pengawasan masih belum berjalan efektif.
Fungsi Loka sendiri sama seperti Balai Besar/Balai POM yaitu melakukan inspeksi dan sertifikasi sarana/fasilitas produksi maupun distribusi obat dan makanan, sertifikasi produk, pengujian obat dan makanan, hingga pengawasan fasilitas kefarmasian. Adapun yang membedakan adalah wilayah kerjanya.
Dia menceritakan, pada kabupaten kota yang belum ada Loka, mereka bekerja sama dengan dinas kesehatan yang belum tentu memiliki laboratorium yang mumpuni untuk melakukan uji coba. Dengan disahkan RUU POM, anggaran bisa lebih meningkat sehingga dampaknya pelayanan dan izin jadi dipercepat dan diperluas.
“UMKM yang berada di wilayah-wilayah kepulauan seperti Kepri dan Maluku Utara tidak perlu ke provinsi untuk mendapatkan izin, cukup sampai tingkat kabupaten kota saja,” pungkasnya.
Dia pun berharap, anggaran besar yang nanti diterima BPOM apabila sudah dilegalkan menjadi UU bisa membuat fasilitas penunjang semakin banyak. “Karena tanggung jawab Badan POM makin besar. Misalnya nanti diadakan mobile lab dan laboratorium kapal,” pungkasnya.