Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Moratorium Penyelenggara Umrah Dicabut, Ini Syarat jadi PPIU

Kementerian Agama mencabut moratorium pemberian izin baru bagi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah atau PPIU. Masyarakat kembali berkesempatan mengajukan izin menjadi penyelenggar umrah.
Suasana ibadah di sekeliling Kabah/JIBI-Istimewa
Suasana ibadah di sekeliling Kabah/JIBI-Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Agama mencabut moratorium pemberian izin baru bagi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah atau PPIU. Masyarakat kembali berkesempatan mengajukan izin menjadi penyelenggar umrah.

Kebijakan tersebut ditandai dengan terbitnya Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 28/2020 tentang Pencabutan atas KMA No 229 Tahun 2018 tentang Moratorium Pemberian Izin Baru Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah.

Dengan terbitnya KMA itu, masyarakat dapat kembali mengajukan izin baru sebagai PPIU setelah memenuhi persyaratan. Hal itu diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar menyatakan pencabutan moratorium dalam rangka memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk bertindak sebagai PPIU. Kebijakan mencabut moratorium ini juga dilandasi membaiknya sistem pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan perjalanan umrah.

"Pencabutan moratorium ini akan memberikan ruang berkembangnya dunia usaha bisnis syariah sehingga diharapkan dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," kata Nizar melalui keterangan resmi, Kamis (13/2/2020).

Kemenag juga telah menyelesaikan sistem perizinan dan pengawasan berbasis daring atau online. Langkah itu menjadi landasan pemerintah kembali membuka pengajuan izin sebagai penyelenggara umrah.

Pemberian izin baru tidak berlaku bagi PPIU yang telah dicabut izinnya karena mendapat sanksi hukum terkait penyelenggaran umrah dan haji khusus.

Izin baru juga tidak bisa diberikan kepada Biro Perjalanan Wisata (BPW) yang pernah melakukan pelanggaran hukum terkait penyelenggaraan umrah dan haji khusus

"Mereka yang telah dinyatakan melakukan pelanggaran hukum dan memiliki kekuatan hukum tetap tidak dapat mengajukan izin. Ini upaya preventif dan pelindungan agar masyarakat terhindar dari perbuatan pihak-pihak yang tidak punya niat baik. Juga agar memberikan efek jera kepada mereka dan tidak ditiru oleh yang lain," terangnya.

Di sisi lain dia telah bersurat dengan Kepala Kanwil Kemenag Provinsi seluruh Indonesia. Surat tersebut meminta agar Kanwil menyiapkan sarana dan sumber daya manusia berkaitan dengan dicabutnya moratorium ini.

Untuk mendukung pelaksanaan KMA tersebut, Kemenag telah menerbitkan Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah No 100 Tahun 2020 tentang Persyaratan Rekomendasi Izin Operasional sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadan Umrah (PPIU).

Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Arfi Hatim mengatakan, Kepdirjen ini menjadi panduan bagi Kantor Wilayah Kementerian Agama dalam memberikan rekomendasi penerbitan izin.

“Dengan Kepdirjen ini, pemberian rekomendasi izin yang menjadi kewenangan Kanwil akan dilakukan secara objektif, transparan, dan terukur,” tegasnya.

Kepdirjen ini mengatur syarat dan prosedur pemberian rekomendasi izin oleh Kepala Kanwil Kemenag Provinsi. Ada 13 syarat yang harus dilengkapi oleh BPW yang akan mengajukan permohonan rekomendasi izin, yaitu:

  1. Fotokopi akte notaris pendirian perseroan terbatas dan/atau perubahannya sebagai BPW
  2. Fotokopi KTP pemilik saham, komisaris, dan direksi. (Semuanya harus WNI dan beragama Islam)
  3. Surat pernyataan bermaterai pemilik saham, komisaris, dan direksi bahwa perusahaan tidak pernah melakukan pelanggaran hukum terkait penyelenggaraan umrah dan haji khusus
  4. Pernyataan bermaterai bahwa tidak pernah dan tidak sedang dikenai sanksi atas pelanggaran hukum dalam penyelenggaraan umrah dan haji khusus
  5. Fotokopi sertifikat hak milik atau perjanjian sewa kantor paling singkat empat tahun yang disahkan notaris
  6. Surat keterangan domisili perusahaan dari Pemerintah Daerah
  7. Fotokopi pengesahan tanda daftar usaha pariwisata
  8. Dokumen laporan kegiatan usaha paling singkat dua tahun sebagai BPW
  9. Fotokopi sertifikat usaha jasa perjalanan wisata dengan kategori BPW yang masih berlaku
  10. Struktur Organisasi BPW yang ditandatangani Direktur Utama dan dibubuhi cap perusahaan
  11. Fotokopi Surat kontrak kerja karyawan BPW
  12. Dokumen laporan keuangan perusahaan dua tahun terakhir yang diaudit akuntan publik yang terdaftar di Kementerian Keuangan dengan opinion Wajar Tanpa Pengecualian
  13. Fotokopi surat keterangan fiskal dan fotokopi NPWP atas nama perusahaan dan pimpinan perusahaan

Selain verifikasi dokumen persyaratan, kata Arfi, Kanwil harus melakukan peninjauan lapangan, cek rekam jejak pelanggaran hukum, dan koordinasi dengan instansi terkait sebelum menerbitkan rekomendasi izin operational sebagai PPIU.

"Surat rekomendasi izin operasional sebagai PPIU ditandatangani oleh Kepala Kanwil Kemenag Provinsi dan tidak bisa diwakilkan," sebutnya.

Moratorium izin Baru PPIU telah diberlakukan sejak 2018. Saat ini, PPIU yang memiliki izin dari Kemenag berjumlah 979.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper