Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Pengurusan Perkara: Mantan Sekretaris MA Ajukan Praperadilan Lagi

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) NHD bersama RHE swasta atau menantunya dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal HS mengajukan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan.
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung NHA memasuki mobil usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5). Nurhadi diperiksa sekitar 8 jam sebagai saksi untuk tersangka Dody Ariyanto Supeno dalam kasus dugaan suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat./ANTARA
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung NHA memasuki mobil usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5). Nurhadi diperiksa sekitar 8 jam sebagai saksi untuk tersangka Dody Ariyanto Supeno dalam kasus dugaan suap terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat./ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA - Tersangka suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung pada kurun 2011 - 2016 kembali mengajukan gugatan praperadilan.

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) NHD bersama RHE swasta atau menantunya dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal HS mengajukan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan.

Tiga orang itu telah ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada 2011-2016.

"Rabu, 5 Februari ini kami sudah ajukan gugatan praperadilan klien kami terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatannya sudah terdaftar juga hari ini," kata Kuasa Hukum NHD, Maqdir Ismail di Jakarta, Rabu *5/2/2020).

Maqdir menjelaskan gugatan praperadilan kali ini berbeda dengan materi gugatan praperadilan sebelumnya yang diputuskan ditolak oleh Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan.

Gugatan yang baru, kata Maqdir, secara spesifik ingin menguji tentang Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) penetapan RHE sebagai tersangka yang tidak diberikan KPK secara langsung dan diterima langsung oleh RHE.

"SPDP itu kan syaratnya harus sampai ke orang yang ditetapkan. RHE baru mengetahui dari orang yang dipanggil sebagai saksi," ucap Maqdir.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga telah mengirimkan surat ke KPK memberitahukan adanya gugatan praperadilan tersebut.

Selanjutnya, ia juga meminta KPK untuk menunda upaya-upaya paksa dalam penyidikan mulai dari pemeriksaan saksi hingga penjemputan paksa.

"Jadi, hentikan dulu sementara waktu penyidikan kasus ini, pemanggilan saksi, pemanggilan tersangka, dan penjemputan paksa. Kami sampaikan surat ini juga agar bisa kita hargai bersama proses hukum yang ada di praperadilan," ujar Maqdir.

Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri tidak mempermasalahkan NHD dan kawan-kawan mengajukan kembali gugatan praperadilan.

"Praperadilan merupakan hak dari tersangka sekalipun sudah dilakukan kemarin kemudian permohonan itu sudah ditolak oleh Majelis Hakim," ucap Ali di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Ia menegaskan adanya praperadilan tersebut juga tidak akan mengganggu proses penyidikan untuk tiga orang tersebut.

Diketahui sebelumnya, KPK akan melakukan tindakan hukum lain untuk NHD dan RHE setelah dua kali mangkir untuk diperiksa sebagai tersangka.

"Kami telah memanggil secara patut dan sah karena kami punya bukti-buktinya dan saat ini karena sudah dua kali mangkir kemudian dilakukan upaya-upaya lain yang sedang dilakukan. Prosesnya tentu tidak bisa kami sampaikan karena itu bagian proses penanganan perkara yang sedang berjalan," ujar Ali.

Untuk diketahui, MHD dan RHE tidak memenuhi panggilan penyidik KPK sebagai tersangka masing-masing pada Kamis (9/1) dan Senin (27/1) tanpa keterangan.

Sementara tersangka Hiendra tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan pada Kamis (9/1). Ia juga tak memenuhi panggilan pada Senin (27/1), namun yang bersangkutan menginformasikan ke KPK meminta penjadwalan ulang pemeriksaan.

KPK pada 16 Desember 2019 telah menetapkan tiga tersangka tersebut.

Dalam perkara ini, NHD dan RHE ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra selaku Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Sebelumnya, NHD juga terlibat dalam perkara lain yang ditangani KPK yaitu penerimaan suap sejumlah Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS terhadap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution yang berasal dari bekas Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro agar melakukan penundaan proses pelaksanaan aanmaning (pemanggilan) terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) dan menerima pendaftaran Peninjauan Kembali PT Across Asia Limited (PT AAL).

NHD dan RHE disangkakan dengan pasal 12 huruf a atau huruf b subsider pasal 5 ayat (2) lebih subsider pasal 11 dan/atau pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Hiendra disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b subsider pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tiga tersangka tersebut sebelumnya telah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, Hakim Tunggal Akhmad Jaini dalam putusannya yang dibacakan Selasa (21/1) menolak praperadilan tiga tersangka tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper