Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jepang Kebingungan Membuang Air Radioaktif PLTN Fukushima

Pemerintah Jepang juga menjelaskan bahwa menguapkan air tersebut dan melepasnya ke atmosfer setelah mengekstrasi hidrogen merupakan opsi lain yang "memungkinkan".

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Jepang pada Senin (3/2) memberikan pengarahan kepada 28 pejabat dari 23 negara dan wilayah mengenai sebuah rencana yang direkomendasikan oleh Kementerian Perindustrian untuk membuang air radioaktif dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi ke lautan.

Para pejabat tersebut mendapat pengarahan di Kementerian Luar Negeri di Tokyo tentang rencana pemerintah Jepang membuang sekitar 1 juta ton air di tangki penyimpanan yang semakin penuh di pembangkit nuklir itu.

Pemerintah mengatakan bahwa membuang air yang digunakan sebagai pendingin inti yang meleleh di PLTN itu ke Samudra Pasifik dapat dilakukan "dengan pasti" karena tingkat radiasinya dapat dipantau.

Pemerintah Jepang juga menjelaskan bahwa menguapkan air tersebut dan melepasnya ke atmosfer setelah mengekstrasi hidrogen merupakan opsi lain yang "memungkinkan".

Penampungan air radioaktif semakin penuh mengingat sekitar 170 ton air radioaktif harian digunakan untuk mendinginkan PLTN yang mengalami kebocoran inti nuklir setelah dihantam gempa bumi yang memicu tsunami pada 2011 lalu itu. Operator pembangkit tersebut, Tokyo Electric Power Company Holdings Inc., memperkirakan bahwa penampungan itu akan mencapai kapasitasnya pada musim panas 2022 mendatang.

Setelah mendinginkan inti nuklir yang meleleh, air radioaktif kemudian diolah sebelum disimpan di dalam sejumlah tangki oleh Sistem Pemrosesan Cairan Canggih (Advanced Liquid Processing System). Namun, proses ini tidak dapat menghilangkan tritium dan beberapa material radioaktif lainnya dari air itu.

Pemerintah Jepang mengatakan bahwa di antara sejumlah opsi lainnya, termasuk menginjeksi air beracun itu ke dalam tanah, melepasnya ke atmosfer usai dijadikan uap terlebih dahulu, atau membentuknya menjadi benda padat kemudian menguburnya jauh di bawah tanah, membuangnya ke Samudra Pasifik atau dijadikan uap lalu melepasnya ke atmosfer tetap menjadi pilihan terbaik.

Kementerian Perindustrian Jepang pada Senin mengatakan di dalam pengarahan itu bahwa sejauh ini, tidak ada pejabat asing yang menolak rencana mereka.

Namun sebelumnya, para anggota subkomite kementerian tersebut telah menyuarakan kekhawatiran tentang bagaimana sejumlah faktor berbeda dapat memengaruhi dampak pelepasan air yang terkontaminasi ke lautan, seperti pola cuaca dan arus laut itu sendiri.

Selain itu, muncul kekhawatiran mengenai jumlah paparan internal radiasi yang sebenarnya pada manusia saat memperhitungkan konsumsi mereka terhadap ikan dan rumput laut yang terkontaminasi.

Kementerian itu memaparkan bahwa memperoleh pemahaman dari warga setempat akan menjadi sesuatu yang penting sebelum keputusan akhir dibuat, meski adanya penolakan tegas terhadap gagasan itu dari para nelayan setempat yang penghidupannya akan terancam atau mungkin hancur.

Mereka mengatakan bahwa bisnis-bisnis mereka akan lenyap karena para konsumen akan merasa sangat takut mengonsumsi makanan laut dari Prefektur Fukushima di Jepang timur laut tersebut jika air radioaktif dibuang ke laut tempat mereka mencari ikan.

Beberapa negara tetangga juga menyuarakan penolakan mereka atas gagasan untuk membuang air itu ke laut maupun atmosfer, dengan alasan kekhawatiran lingkungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper