Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Komunitas Tajir, Mengisi yang 'Hilang' Akibat Fenomena Hijrah

Fenomena "Hijrah" diharapkan mampu mendokrak pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Namun, mengandalkan perhatian pemerintah saja rasanya tak cukup. Gerakan swadaya masyarakat pun menjadi suatu keniscayaan.
Sekretaris Perusahaan Wardah Novi Hendardi, Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah DKI Jakarta Rezza Arief Budy Artha, Co Founder Tajir Tito Maulana, Pimpinan BNI Syariah Cabang Fatmawati Nirwan Purnama, dan Co Founder Sagaleh Dhydha Maryudha/Bisnis-Aziz R
Sekretaris Perusahaan Wardah Novi Hendardi, Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah DKI Jakarta Rezza Arief Budy Artha, Co Founder Tajir Tito Maulana, Pimpinan BNI Syariah Cabang Fatmawati Nirwan Purnama, dan Co Founder Sagaleh Dhydha Maryudha/Bisnis-Aziz R

Bisnis.com, JAKARTA — Fenomena "Hijrah" diharapkan mampu mendokrak pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Namun, mengandalkan perhatian pemerintah saja rasanya tak cukup. Gerakan swadaya masyarakat pun menjadi suatu keniscayaan.

Co Founder Tajir sekaligus Ketua Komite Tetap Bidang Keuangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Tito Maulana mengungkap bahwa itulah yang mendasari terbentuknya Komunitas Tajir.

"Kami membaca fenomena hijrah, terutama di kalangan milenial sebagai tantangan sekaligus peluang untuk memperkuat ekonomi umat pada sektor syariah," ujarnya di acara perdana Tajir, di komplek Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2019).

Menurut Tito, kalangan masyarakat hijrah yang kerap mengambil jalan ekstrem, misalnya keluar dari pekerjaan, tetap saja memiliki ketakutan. Di antaranya ada tiga, yakni keuangan rumah tangga, keluarga, dan pendidikan anak.

Oleh karena itu, Tajir diharapkan mampu mengisi kekosongan ruang berkumpul dan belajar bersama, yang masih absen dalam perkembangan fenomena hijrah dua tahun terakhir.

"Banyak yang akhirnya larinya [bertanya] ke ustaz lagi. Saya mau ngapain? Padahal, ustaz itu tugasnya menyampaikan ilmu. Justru lingkungan, pergaulan itulah yang akhirnya menentukan. Makanya Tajir ini bisa sebagai wadah, juga implementasi anjuran Rasulullah agar kita berteman dengan orang-orang saleh," tambahnya.

Dalam acara perdana Tajir bertajuk 'Takjub Akbar 2020, Menjawab Tantangan Tren Hijrah Melalui Sektor Ekonomi Syariah' ini, pihaknya menekankan sharing knowledge and inspiration.

Terutama agar para Teman Tajir, sebutan peserta acara, memiliki ilmu lebih menghadapi transformasi untuk kembali bekerja, berdagang, atau menerapkan iklim ekonomi syariah dalam bisnis yang ditekuninya. Kebetulan, Tajir selain berarti kaya, juga berarti pedagang dalam bahasa Arab.

Tito mengungkap bahwa sudah ada lebih dari 1.000 Teman Tajir yang mendaftarkan diri di laman website dan menyatakan akan hadir dalam acara-acara Tajir berikutnya.

Tajir berupaya menggandeng berbagai stakeholder, termasuk Kadin DKI Jakarta, agar ekonomi syariah yang di dalamnya terkandung ekosistem halal dan prinsip bisnis sesuai syariat, bukan hanya menjadi segmen bisnis atau suatu komoditas semata.

Namun, masuk ke dalam sistem dan punya pengaruh kuat memajukan perekonomian, "Clothing muslim dan cafe halal misalnya, kini semakin ramai bukan hanya karena produknya, tapi karena masyarakat percaya bahwa segala aspek usahanya sesuai syariat. Inilah yang kita mau share, kita bangun awareness."

Turut hadir Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah DKI Jakarta Rezza Arief Budy Artha yang menekankan bahwa potensi Fenomena Hijrah untuk mendongkrak ekonomi syariah sangat besar. Bukan hanya di Jakarta, bahkan secara nasional.

Rezza sepakat bahwa adanya komunitas merupakan kunci membangun kesadaran masyarakat tentang potensi ekosistem syariah.

Menurutnya, hal ini bisa saling berkomplementer dengan kebijakan-kebijakan ekonomi syariah yang tengah digenjot pemerintah, "Ekosistem syariah tidak bisa hanya top-down. Harus ada juga yang bottom-up seperti Tajir ini."

Komunitas yang bisa menangkap kegelisahan kaum Hijrah, juga diharapkan mampu mengoptimalkan manifestasi iman. Di mana, sikap-sikap Islami bukan lagi hanya diterapkan dalam peribadahan dan perilaku dasar. Namun, lebih spesifik, seperti pengelolaan bisnis atau

"Ekonomi syariah tak terpisahkan dengan kehidupan seorang muslim. Bahkan, muamalah itu sendiri justru mayoritas dalam kitab kita. Sekarang yang cowok misalnya, kalau [ibadah salat] Jumat itu kan khotbah biasanya lebih ke ketauhidan atau iman dan takwa. Masih kurang untuk yang muamalah yang spesifik. Maka komunitas seperti ini dibutuhkan," ungkapnya.

Dalam kesempatan ini, hadir pula Sekretaris Perusahaan Wardah Novi Hendardi dan Pimpinan Cabang BNI Syariah Fatmawati Nirwan Purnama sebagai perwakilan utama stakeholder pendukung kegiatan.

Sementara itu, salah satu pembicara Co Founder Sagaleh Dhydha Maryudha sangat terbantu dengan adanya komunitas berbisnis yang satu nafas dengan minat dan prinsip seperti Tajir.

Selain itu, komunitas juga penting untuk saling berbagi pengalaman dalam menentukan sikap, di tengah segala perkembangan teknologi pengelolaan bisnis dan keuangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper