Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah pihak yang terdiri dari aktivis antikorupsi mengkritik terkait pertemuan antara Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) dan Tim Hukum PDI Perjuangan karena rawan konflik kepentingan.
Tim Hukum PDIP melalui koordinator I Wayan Sudirta dan wakil koordinator Teguh Samudera sebelumnya telah bertemu Dewas KPK yang diwakili Albertina Ho di kantor Dewas KPK, Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Kamis (16/1/2020).
Kedatangan mereka buntut dari kasus dugaan suap komisioner KPU Wahyu Setiawan guna memuluskan caleg PDIP Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme pengganti antar waktu (PAW).
Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan bahwa langkah Dewas KPK yang menerima tim hukum PDIP tersebut dinilai keliru.
"Harusnya Dewan Pengawas KPK bisa menghindari pertemuan tersebut. Sebab, hal-hal yang diperbincangan pasti berkaitan langsung dengan perkara yang saat ini sedang ditangani oleh KPK," ujar Kurnia dihubungi Bisnis, Minggu (19/1/2020).
Dalam pertemuan itu, tim hukum PDIP menyerahkan surat berisikan 7 poin salah satunya mengadukan petugas KPK terkait dugaan pelanggaran etik saat mendatangi kantor PDIP lantaran diduga akan melakukan geledah tanpa surat izin Dewas KPK, pada Kamis (9/1/2020) lalu.
Selain itu, mempertanyakan soal surat perintah penyelidikan (Sprilindik) Wahyu Setiawan yang diduga bocor kw publik.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz menyatakan bahwa pertemuan Dewas KPK dengan tim hukum PDIP tersebut merupakan langkah yang keliru.
"Sebab ada potensi benturan kepentingan di tengah polemik izin penggeledahan terhadap PDIP sehingga akan menimbulkan berbagai prasangka terhadap Dewas itu sendiri," kata dia.
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko mengatakan bahwa Dewas KPK seharusnya bisa hati-hati dan menolak agenda pertemuan itu.
"Mereka harus menjaga independensi," kata Dadang.
Di sisi lain, dia juga menyinggung bagi pihak-pihak yang keberatan dengan kasus ini bisa ditempuh melalui jalur praperadilan.
"Seharusnya mereka menggunakan mekanisme praperadilan saja jika menganggap ada masalah dalam proses hukum terhadap kader partainya," ujar dia.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar merasa heran ketika pihak yang berkeberatan terhadap langkah KPK dan melaporkannya kepada Dewas KPK.
Hal itu dinilai bisa mengebiri independensi KPK padahal yang dilakukan komisi antikorupsi itu adalah murni pelaksanaan kewenangannya sebagai penegak hukum.
"Jadi jika ada pihak termasuk PDIP yang keberatan langkah projusticia KPK silakan gugat melalui praperadilan," ujar dia.
Dia lantas menyinggung ketika dalam UU KPK, komisioner dan pejabat KPK dilarang bertemu dengan pihak yang memiliki kepentingan dalam perkara dengan ancaman lima tahun.
Berkaca dari itu, kata dia, Dewas KPK seharusnya bisa terikat dengan aturan itu meskipun tidak tertulis secara tersirat, namun saat ini Dewas menjadi bagian dari tubuh lembaga antirasuah.
Dia mengingatkan agar Dewas tidak memiliki kepentingan tersendiri apalagi Dewas KPK dipilih sendiri oleh Presiden. Jangan sampai, kata Fickar, Dewas yang diketuai Tumpak Hatorangan Panggabean merusak reputasi Dewas itu sendiri.
"Masalahnya, sistem dari UU ini memang sudah tidak bagus, tidak ada lembaga yang mengawasi dan menghukum etik Dewas KPK," katanya.
Sementara itu, hingga berita ini ditulis belum ada tanggapan dari anggota Dewas KPK dan tim hukum PDIP.