Bisnis.com, JAKARTA — Transparency International Indonesia mengkritik salah satu pasal dalam draf Peraturan Presiden tentang organisasi dan tata kerja pimpinan dan organ pelaksana pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Peraturan Presiden (Perpres) itu adalah turunan dari UU Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam bab 1 mengenai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pasal 1 di draf itu menyatakan bahwa pimpinan KPK merupakan pejabat negara setingkat menteri yang berada di bawah dan bertangggung jawab kepada Presiden sebagai kepala negara. Transparency International Indonesia (TII) mengkritik hal tersebut.
"Alih-alih memenuhi harapan publik untuk menguatkan KPK dengan mengeluarkan Perppu [Peraturan Pengganti Undang-Undang], saat ini justru Presiden malah berencana mengeluarkan Perpres yang menjadikan KPK di bawah Presiden dan setara kementerian," ujar aktivis TII Wawan Suyatmiko di Jakarta, Jumat (27/12/2019).
Dia mengatakan dengan menempatkan KPK setara kementerian dan bertanggung jawab pada Presiden secara langsung justru menjauhi semangat pembentukan KPK sejak awal. Hal ini pun rawan dengan konflik kepentingan.
Selain itu, hal ini juga tidak sesuai dengan mandat United Nations Convention against Corruption (UNCAC)/Konvensi PBB Antikorupsi, The Jakarta Principles, dan Colombo Commentary.
Baca Juga
"Sungguh merupakan kemunduran upaya pemberantasan korupsi nyata terjadi saat ini," ucap Wawan.
Dia sangsi jika pemberantasan korupsi akan berjalan maksimal mengingat lambat laun lembaga antirasuah terus dilemahkan. Wawan pun menyarankan agar saat ini publik mulai mengalihkan harapan pemberantasan korupsi kepada Presiden Joko Widodo menjadi sebuah gerakan kritik.
Selain itu, publik juga harus selalu mengawasi kinerja Presiden dan KPK di bawah pimpinan baru era Firli Bahuri dkk. dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan tiga Perpres akan segera dirilis sebagai turunan dari UU 19/2019 tentang KPK. Ketiga Perpres tersebut terkait dengan Dewan Pengawas, organisasi Korupsi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan perubahan status dari karyawan KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Nah, apapun yang dilakukan tidak mungkin bertentangan dengan UU itu, pengaturan dalam Perpres. Dengan demikian tidak ada niat, itikad, atau apapun dalam pemerintah untuk melemahkan KPK,” tegasnya di Istana Bogor, Jumat (27/12).
Pramono menyampaikan pemerintahan Jokowi memiliki komitmen serius untuk memberantas korupsi di Indonesia. Komitmen itu diakuinya terlihat dari pemilihan anggota Dewan Pengawas yang memiliki rekam jejak berkualitas.
Hingga saat ini, ketiga Perpes itu masih dalam tahap finalisasi dari Kementerian Hukum dan HAM.
“Dari Menpan-RB [Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi], sudah diajukan ke presiden melalui kami, Mensesneg-Seskab[Menteri Sekretaris Negara-Sekretaris Kabinet]. Lagi finalisasi,” imbuhnya.