Bisnis.com, JAKARTA – Pada hari antikorupsi internasional kemarin, Senin (9/12/2019), Presiden Joko Widodo menyatakan hukuman mati bisa saja dilakukan berdasarkan kasus tertentu. Itu jawabannya saat ditanya oleh seorang siswa.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah berubah sikap. Mereka menolak adanya hukuman mati termasuk untuk koruptor.
“Paling tinggi kaitannya bagaimana kita bisa membangun peradaban. Dari sisi pragmatis juga tidak ada bukti statistik bahwa hukuman mati mengurangi tingkat tindak pidana ekstra ordinary crime. Dan itu di seluruh dunia,” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Ahmad menjelaskan bahwa beberapa kali Komnas HAM mengikuti konferensi internasional, kampanye yang selalu ada yaitu menolak hukuman mati. Data-data juga disampaikan mendukung sikap tersebut.
“Lebih dari itu, kita ajak semua pihak agar bisa membangun nilai peradaban yang lebih tinggi. Bukan kalau ada orang bersalah kita jadi balas dendam. Nyawa dibalas nyawa,” jelasnya.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang (UU) nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal 2 ayat 2 tertulis korupsi dalam keadaan tertentu dapat dijatuhi hukuman mati.
Penjelasan dari keadaan tertentu pada pasal tersebut yaitu dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, saat terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.