Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Bisa Dinilai Tidak Patuhi Norma dan Prinsip Antikorupsi UNCAC

Indonesia bisa dinilai tidak patuh terhadap norma-norma dan prinsip United Nations Convention Against Corruption, UNCAC, atau Konvensi PBB tentang antikorupsi yang telah diratifikasi.
Kartun Antikorupsi/facebook
Kartun Antikorupsi/facebook

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia bisa dinilai tidak patuh terhadap norma-norma dan prinsip United Nations Convention Against Corruption, UNCAC, atau Konvensi PBB tentang antikorupsi yang telah diratifikasi.

Hal itu menyusul diberlakukannya Undang-Undang No.19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).

Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan bahwa Indonesia telah meratifikasi UNCAC dan sebagai konsekuensi hukum dari ratifikasi itu Indonesia seharusnya dapat mengikuti prinsip-prinsip dan norma-norma yang ada di dalam UNCAC tersebut.

Ketika UU baru KPK berlaku maka Indonesia dinilai tidak patuh lantaran beberapa pesan di dalam UNCAC adalah lembaga antikorupsi haruslah independen dan bebas dari pengaruh mana pun.

"Sekarang kita ubah menjadi tidak independen berarti kita enggak comply lagi dengan UNCAC," ujar Laode, Selasa (10/12/2019). 

Tak hanya itu, lanjut Laode, KPK juga seharusnya dapat ditempatkan sebagai lembaga permanen sesuai ratifikasi UNCAC. Bila perlu, KPK harus dijamin dalam konstitusi.

"Kita belum memenuhi dalam konstitusi, tapi dalam undang-undang sudah cukup asal dibuat jelas permanen," kata Laode.

Dia berasalan bahwa kondisi itu diperlukan lantaran kejahatan korupsi berbeda dengan kejahatan biasa. Menurutnya, yang dihadapi dari kejahatan korupsi adalah para penguasa baik legislatif, eksekutif bahkan yudikatif. 

Dengan kondisi saat ini, Laode sangsi bahwa Indonesia telah patuh terhadap rekomendasi UNCAC. 

"Pertanyaannya, apakah Indonesia telah comply? Menjunjung tinggi sebagai pihak yang meratifikasi UNCAC? Dengan perubahan UU KPK itu makin jauh panggang dari api," tuturnya.

Sebaliknya, Laode menyarankan yang seharusnya direvisi adalah undang-undang tindak pidana korupsi (tipikor), bukan lembaga dalam hal ini KPK.

Alasan Laode cukup logis lantaran sejumlah kejahatan korupsi belum diatur dalam UU tipikor meskipun beberapa sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) di DPR.

Kejahatan itu antara lain memperkaya diri sendiri secara tidak sah, memperdagangkan pengaruh atau trading influences, asset recovery dan penyuapan pejabat asing.

"Sampai hari ini pengembalian aset itu belum ada, bahkan sudah masuk prolegnas tidak diselesaikan di DPR, dan menyuap pejabat publik asing juga belum masuk," kata dia.

Menurut Laode, jika pemerintah benar-benar memiliki komitmen pemberantasan korupsi maka yang sebetulnya harus dibenahi adalah UU tipikor, bukan lembaganya.

"Jadi yang gatal kiri, yang digaruk kanan. Tetapi ya, itu kenyataan, kita harus menghormati parlemen dan pemerintah yang telah membuat keputusan seperti itu dan itu jelas bertentangan dengan konvensi UNCAC," katanya.

Kondisi ini bisa menimbulkan anggapan bahwa Indonesia negara yang tidak patuh sehingga menghasilkan penilaian yang buruk.

Laode juga mengingatkan bahwa KPK berdiri sebelum UNCAC dibentuk. KPK yang berdiri pada 2002, menurut Laode banyak yang meniru. bersama dengan Hong Kong Independent Commission Against Corruption (ICAC).

"Makanya pada tahun 2012  sebanyak 80-an negara berkumpul di Jakarta, melahirkan Jakarta Principles on the Independency of Anticorruption Agencies. Di situ juga dikatakan KPK salah satu model," ujar Laode.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper