Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai bahwa program Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan (TP4) dan TP4 Daerah (TP4D) layak dibubarkan.
Hal tersebut menyusul wacana pemerintah yang akan membubarkan TP4 dan TP4D yang merupakan bagian program dari Kejaksaan Agung (Kejagung).
"KPK berpendapat bahwa keputusan pemerintah [yang akan membubarkan TP4] merupakan kebijakan yang tepat," tutur Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif, Jumat (22/11/2019).
Laode mengatakan bahwa pihaknya banyak menerima laporan terkait adanya penyalahgunaan program pengawalan tersebut.
Keluhan itu disebutnya berasal dari kepala daerah yang menyebut banyak oknum yang menyalahgunakan fungsi pengawasannnya.
KPK kemudian menindaklanjutinya dengan melaporkannya pada Presiden Joko Widodo terkait hal tersebut. Gayung bersambut, pemerintah kini berencana membubarkannya.
"KPK pernah melaporkan secara lisan kepada Presiden [Jokowi] bahwa TP4 banyak disalahgunakan," kata Laode.
Sebelumnya, Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan meyakini pembubaran TP4 tidak akan melanggar aturan hukum.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengaku akan mendorong Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin agar membubarkan TP4 dan TP4D. Tim tersebut, menurut Mahfud, lebih banyak mudharat dibanding manfaatnya.
"TP4 ini akan segera dibubarkan dan itu tidak akan menyalahi hukum apa-apa," tutur Mahfud, Rabu (20/11/2019).
Sementara itu, Kejaksaan Agung akan menentukan nasib TP4 usai Rapat Kerja Teknis (Rakernis) pada 3-6 Desember 2019 di Bogor, Jawa Barat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Mukri, mengaku dirinya masih belum memastikan apakah TP4 Kejaksaan itu dibubarkan atau hanya dievaluasi.
Namun, menurutnya, keputusan untuk membubarkan TP4 atau evaluasi akan ditentukan pada rapat kerja Kejaksaan yang digelar awal bulan Desember 2019.
"Nanti di acara itu akan disimpulkan seperti apa tindaklanjut dan eksistensinya serta polanya nanti," ujarnya, Kamis (21/11/2019).
Sebelumnya, desakan untuk dibubarkannya TP4 maupun TP4D sakah satunya muncul dari Masyarakat Antikorupsi Indonesia.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan bahwa TP4 maupun TP4D dinilai lebih banyak mudaratnya dibandingkan kebaikannya dalam menjalankan tugas di lapangan.
Dia merujuk kasus penangkapan Jaksa yang tergabung dalam kedua program pengawasan itu oleh tim penyidik KPK di Yogyakarta dan Solo yang dinilai telah mencoreng wajah Kejaksaan.
"Pada praktiknya, kan, tim itu tidak bisa mencegah terjadinya korupsi, malahan masih banyak yang korupsi meskipun sudah bekerja sama dengan Tim TP4D maupun TP4P," kata Boyamin, Kamis (22/8/2019).
Dalam kasus itu, KPK pun telah menetapkan tiga tersangka yaitu Jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta yang juga anggota TP4D, Eka Safitra; Jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta Satriawan Sulaksono; dan Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri (Mataram) Gabriella Yuan Ana.
Jaksa tersebut diduga akan menerima komitmen fee sebesar 5% atau Rp415 juta dari nilai proyek, yang telah dimenangkan oleh PT Widorokandang, bendera perusahaan yang dipinjam oleh gabriella, sebagai pemenang lelang yang telah diatur dengan nilai kontrak Rp8,3 miliar.
Lelang proyek tersebut terkait dengan rehabilitasi Saluran Air Hujan di Jalan Supomo pada Dinas PUPKP Kota Yogyakarta.
Adapun uang suap yang sudah diterima adalah sebesar Rp221.740.000 secara tiga tahap, masing-masing Rp10 juta pada 16 April 2019; Rp100.870.000 pada 15 Juni 2019, dan Rp110.870.000 pada 19 Agustus 2019.
Proyek infrastruktur tersebut seharusnya dikawal oleh tim TP4D dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta yang salah satu anggotanya adalah tersangka Eka Safitra selaku anggota TP4D.
Tak hanya kasus itu, Boyamin juga merujuk pada kasus oknum pejabat di Kejari Bali yang diduga memeras pemenang proyek dan tender dengan nilai antara Rp100 juta hingga Rp300 juta.
Kemudian, meminta uang Rp50 juta kepada Kepala Desa dan mengajak temannya untuk ikut pengadaan buku perpustakaan Desa dengan keuntungan 35%.