Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memaparkan sejumlah penerimaan uang mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi di kasus dugaan suap dana hibah KONI.
Dalam salinan jawaban praperadilan KPK yang diajukan Imam Nahrawi disebutkan bahwa sejumlah penerimaan uang termasuk dari seseorang bernama Taufik Hidayat, yang diduga merupakan mantan atlet bulutangkis.
Taufik yang beberapa kali diperiksa KPK sebagai saksi juga merupakan Wakil Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) 2016-2017 dan Staf Khusus Menpora Imam Nahrawi di tahun 2017-2018.
Dalam salinan yang diterima Bisnis itu, KPK memperoleh sejumlah data dan informasi yang dapat menerangkan adanya serangkaian peristiwa penerimaan sejumlah uang kepada Imam Nahrawi melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum.
Berikut rinciannya:
a. Tahun 2018 total Rp11,5 miliar dari mantan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy yang merupakan commitment fee atas proses pengurusan sampai dengan pencairan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora pada Tahun Anggaran 2018.
Baca Juga
b. Tanggal 6 Agustus 2017, sejumlah Rp400.000.000 dari Mulyana, Chandra Bakti (PPK), dan Supriyono selaku bendahara sebagai ‘honor’ Imam Nahrawi selaku Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima diluar nilai kewajaran sebagaimana tercantum dalam Standar Biaya Umum (SBU) yang diatur oleh Kementerian Keuangan.
c. Akhir tahun 2017, sekitar Rp1.500.000.000 Ending Fuad Hamidy.
d. Akhir tahun 2017, sekitar Rp1.000.000.000 dari Satlak Prima, yang diambil oleh Miftahul Ulum di rumah Taufik Hidayat.
e. Tanggal 6 Agustus 2015, sejumlah Rp300.000.000 dari Alfitra Salamm atas permintaan dari Miftahul Ulum untuk kepentingan Imam pada acara Muktamar salah satu Ormas keagamaan.
"Bahwa penerimaan uang-uang tersebut diterima oleh Miftahul Ulum, yang berdasarkan bukti-bukti yang ada (saksi-saksi, dokumen, dan alat bukti lain yang disimpan secara elektronik), Sdr. Miftahul Ulum adalah representasi dari Sdr. Imam Nahrawi," tulis isi salinan tersebut dikutip Bisnis Selasa (5/11/2019)
Selain penerimaan tersebut, KPK juga merinci permintaan sejumlah uang lain oleh Imam Nahrawi selaku Menpora ketika itu dengan rincian sebagai berikut:
a. Sekitar November 2018, sejumlah Rp7.000.000.000 dari Ending Fuad melalui Lina Nurhasanah untuk penanganan perkara pidana yang sedang dihadapi oleh Syamsul Arifin selaku adik Imam yang penanganannya dilakukan oleh aparat penegak hukum lain.
b. Tanggal 12 Januari 2017, sebesar Rp800.000.000 diterima melalui Taufik Hidayat untuk penanganan perkara pidana yang sedang dihadapi oleh Syamsul Arifin.
C. Tahun 2016, total Rp4.000.000.000 dengan rincian:
i. Rp2.000.000.000 diterima melalui salah seorang PNS Kemenpora untuk disetorkan ke Kas Negara sebagai penggantian kerugian keuangan negara terkait pemeriksaan BPK.
ii. Sekitar November 2016, Rp2.000.000.000 diterima melalui Reiki Mamesah untuk memuluskan pengajuan anggaran Olympic Center di APBN-P 2016.
Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum, berdasarkan pengembangan kasus dana hibah Kemenpora ke KONI tahun 2018.
Imam diduga menerima total Rp26,5 miliar dengan rincian Rp14,7 miliar dari suap dana hibah Kemenpora ke KONI, dan penerimaan gratifikasi Rp11,8 miliar dari sejumlah pihak dalam rentang 2016-2018.
Penerimaan Imam Nahrawi diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora.
Selain itu, penerimaan uang terkait dengan Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam Nahrawi saat menjadi menpora.
Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain.
Imam dan Miftahul disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Atas perkara tersebut, Imam mengajukan praperadilan ke Pengadilan Jakarta Selatan yang didaftarkan pada Selasa 8 Oktober 2019 dengan nomor perkara 130/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL.
Imam selaku pemohon mempersoalkan sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat ini, proses persidangan telah berjalan setelah sebelumnya sempat tertunda.