Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Anggap Praperadilan Imam Nahrawi tanpa Argumentasi Baru

Menurut Febri, tidak ada argumentasi baru dalam permohonan Imam Nahrawi terkait kasus suap dana hibah Kemenpora pada KONI.
Juru bicara KPK Febri Diansyah./Bisnis-Ilham Budhiman
Juru bicara KPK Febri Diansyah./Bisnis-Ilham Budhiman

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa tidak ada argumentasi baru dalam permohonan praperadilan yang diajukan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.

Sidang praperadilan Imam Nahrawi ditunda hingga Senin 4 November setelah pada Senin 21 Oktober kemarin pihak termohon dalam hal ini KPK tidak menghadiri sidang perdana.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan saat ini pihaknya tengah mempelajari petitum permohonan praperadilan Imam Nahrawi. 

"Pada prinsipnya tentu kami akan menghadapi dan juga meyakini bahwa sejak awal kasus ini memang didasarkan pada bukti yang kuat," katanya, Selasa (22/10/2019).

Menurut Febri, tidak ada argumentasi baru dalam permohonan Imam Nahrawi terkait kasus suap dana hibah Kemenpora pada KONI. 

"Sebagian besar alasan yang diajukan tersangka sudah cukup sering digunakan para pemohon praperadilan lain sehingga sebenarnya relatif tidak ada argumentasi baru," ujarnya. 

Beberapa alasan pokok yang diajukan Imam seperti penetapan tersangka tidak melalui proses penyidikan dan tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka dalam proses penyidikan. 

Menurut Febri, alasan tersebut sebetulnya sudah sering ditolak hakim tunggal praperadilan karena UU KPK mengatur secara khusus bahwa sejak proses penyelidikan, lembaga itu sudah mencari alat bukti.

"Sehingga ketika ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka pada saat penyidikan dimulai sekaligus dapat dilakukan penetapan tersangka," ujarnya.

Kemudian, alasan lainnya adalah terkait penyelidikan yang prosesnya dinilai singkat yaitu hanya 4 hari saja. Namun, menurut Febri, pihak Imam dinilai salah memahami makna LKTPK seolah-olah itu adalah surat perintah penyelidikan. 

Febri mengatakan bahwa KPK telah melakukan penyelidikan sejak 25 Juni 2019, dan selama penyelidikan tersebut telah dilakukan pemanggilan sebanyak tiga kali terhadap Imam. Hanya saja, selalu tidak datang dengan berbagai alasan. 

Dengan demikian, ketika KPK mendapatkan bukti permulaan yang cukup atau minimal dua alat bukti maka menurutnya dapat dilakukan penyidikan sesuai pasal 44 UU KPK.

Febri mengatakan jika frasa bukti permulaan yang cukup tersebut dihubungkan dengan ketentuan pada Pasal 1 angka 14 KUHAP yang mengatur definisi tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana, maka sejak proses penyidikan, karena telah ditemukan bukti permulaan yang cukup, sekaligus dapat ditetapkan tersangka. 

"Ketentuan yang bersifat khusus ini memang seringkali tidak dipahami secara tepat sehingga para pemohon berulang kali menggunakan argumentasi tersebut," katanya.

Selain itu, alasan lain terkait dengan penahanan yang tidak sah dan dihubungkan dengan penyerahan mandat pimpinan KPK, Febri menyebut bahwa pimpinan KPK tetap bertugas sesuai dengan Keputusan Presiden sampai dengan 21 Desember 2019.

"Dan sampai saat ini tidak ada Keputusan Presiden tentang pemberhentian pimpinan KPK," ujarnya.

Febri mengaku bahwa proses penyidikan Imam Nahrawi terus berlanjut dan secara paralel tim Biro Hukum KPK sudah ditugaskan untuk menghadapi praperadilan tersebut.

"Kami meyakini proses formil yang dilakukan KPK ataupun bukti substansi yang kami miliki kuat untuk terus melakukan penyidikan dan proses lanjutan," kata Febri.

Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum, berdasarkan pengembangan kasus dana hibah Kemenpora ke KONI tahun 2018.

Imam diduga menerima total Rp26,5 miliar dengan rincian Rp14,7 miliar dari suap dana hibah Kemenpora ke KONI, dan penerimaan gratifikasi Rp11,8 miliar dari sejumlah pihak dalam rentang 2016-2018.

Penerimaan Imam Nahrawi diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora.

Selain itu, penerimaan uang terkait dengan Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan Imam Nahrawi saat menjadi Menpora.

Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain. Saat ini, Imam dan Ulum telah ditahan KPK.

Keduanya disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. 


 

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ilham Budhiman
Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper