Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan angkat bicara soal Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 atau hasil revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurutnya hasil revisi itu sudah jelas-jelas melemahkan lembaga antirasuah. KPK sendiri sempat menyebutkan ada 26 poin pelemahan di UU baru itu.
Atas dasar itu, Novel mengatakan ada dua kemungkinan bagi yang menyebut bahwa UU baru KPK itu memperkuat.
"Saya singkatnya katakan kalau ada siapapun yang katakan bahwa UU no 19 tahun 2019 untuk memperkuat KPK, ada dua, dia sedang bohong atau dia enggak paham dengan UU itu," katanya di sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Novel menjabarkan beberapa poin pelemahan dari UU tersebut. Pertama, terkait dengan proses pro justisia yang harus melalui izin dewan pengawas.
Misalnya saja, ketika petugas KPK ingin menyita barang bukti untuk penanganan sebuah perkara, mereka harus melalui izin dewan pengawas. Di UU sebelumnya tidak ada ketentuan tersebut.
Dengan diperlukannya izin dewan pengawas tersebut, barang bukti yang akan disita KPK berpotensi hilang. Hal itu lantaran lamanya waktu dan birokrasi yang harus dilalui untuk melakukan proses penyitaan.
"Banyak juga bukti penting KPK hampir enggak bisa lakukan, belum lagi terkait penyadapan, penggeledahan juga sama," katanya.
Kemudian di UU baru juga tidak mengatur soal etik dewan pengawas. Padahal, pegawai KPK diatur sangat jelas soal etiknya, bahkan bisa dipidana. Misalnya, tidak ada aturan dewan pengawas soal tidak diperbolehkan bertemu dengan pihak yang berperkara di KPK.
"Enggak diatur itu etiknya seperti apa, kalau pegawai KPK diatur, enggak boleh bertemu dengan pihak berperkara, tidak boleh melakukan usaha. Nah dewas ini tidak diatur sama sekali artinya dewas kalau ketemu pelaku boleh enggak? yang jelas tidak dilarang," katanya.