Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti Ketahanan Nasional Yulis Susilawaty menilai saat ini mulai muncul bentuk teror baru. Ancaman tersebut seperti pelaku-pelaku teror yang tidak terorganisir.
Peristiwa penusukan yang dialami Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan belum lama ini menunjukkan situasi tersebut.
Meski polisi menyebut pelaku berafiliasi dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD), namun dia menyebut gerakan ini merupakan bentuk teror baru.
"Kejadian kemarin seperti di Menes, Pandeglang [lokasi penusukan Wiranto] itu sebenarnya bukan teror lama. Itu bentuk teror baru. [Kalau] Teror lama sudah terorganisir. [Sedangkan] Teror baru tidak terorganisir," katanya saat diskusi Indonesian Public Institute di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (19/10/2019).
Teror bentuk baru ini menurutnya bertujuan untuk mencuri perhatian masyarakat. Ketika kecenderungan masyarakat merasa tidak puas dengan berbagai kondisi saat ini, pelaku teror seperti Abu Rara itu memberi contoh tindakan.
Kondisi ini cukup berbahaya. Biasanya pelaku teror ini masuk dalam kategori kelompok nothing to lose. Dia berfikir bahwa baik buruknya negara ini tidak memberi pengaruh apa-apa untuknya.
Baca Juga
"Kelompok ini bisa memunculkan bentuk teror yang sulit dideteksi karena dia tidak ada simbol, hanya karena ketidakpuasan terhadap pemerintahan," ujarnya.
Sementara itu, aparat keamanan dinilai perlu mewaspadai dua ancaman yang bisa saja mengganggu agenda pelantikan Presiden yang berlangsung besok. Ancaman tersebut yaitu terorisme dan unjuk rasa.
Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanta mengatakan pengamanan yang dilakukan oleh aparat gabungan sudah cukup baik. Kesiapan ini diyakini mampu menghalangi ancaman yang terjadi.
Selain itu, pemerintah perlu mewaspadai pelaku teror Lone Wolf. Mereka biasa tidak memiliki afiliasi terhadap kelompok teror manapun seperti oknum dosen IPB Abdul Basit. Pergerakan orang-orang ini sebutnya sulit diprediksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel