Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo telah berbincang empat mata dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan salah satu pembahasan yaitu ajakan koalisi. Parameter Politik Indonesia meriset pandangan masyarakat terkait persoalan tersebut.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengatakan bahwa nyatanya publik tidak ingin ada koalisi antara Gerindra dengan pemerintah. Sebanyak 32,5 persen setuju, 40,5 persen setuju, dan 27 persen tidak jawab.
“Presentasenya memang tidak terlampau signifikan. Tapi jika dilihat dari rata-rata 40 persen, itu adalah signifikan mewakili hati masyarakat saat ini yang menginginkan bahwa Prabowo harus tetap istiqamah berada di luar kekuasaan sebagai pemimpin oposisi,” katanya di kantor Parameter, Jakarta, Kamis (17/7/2019).
Adi menjelaskan bahwa mayoritas responden yang tidak setuju adalah pemilih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan persentase 56,8 persen dan Nasional Demokrat (Nasdem) 41,6 persen. Kedua partai ini adalah pengusung Joko Widodo. Partai pendukung lainnya cenderung lunak karena tidak masalah Gerindra jadi koalisi.
Sementara itu pemilih dari partai bukan kubu Jokowi seperti Gerindra 56 persen tidak setuju. Partai Keadilan Sejahtera 71,2 persen tidak mau Prabowo berada di dalam pemerintahan. Akan tetapi, dua partai lain pengusung Prabowo setuju yaitu Partai Amanat Nasional sebesar 42,5 persen dan Demokrat 46,5 persen.
Publik menilai setuju karena merasa bahwa pemilu sudah usai. Lebih baik semua pihak berdamai agar pemerintahan kuat.
“Yang menarik masyarakat tidak setuju [Gerindra] koalisi karena belum mampu menerima kekalahan saat pilpres karena menganggap Joko Widodo curang. Publik juga berharap dengan tidak bergabungnya Gerindra akan ada penyeimbang di luar pemerintah,” jelas Adi.
Parameter Politik Indonesia melakukan survei nasional dengan wawancara tatap muka pada 5—12 Oktober 2019. Ada 1000 responden yang dipilih secara acak di 34 provinsi melalui metodologi stratified multi stage random sampling. Tingkat kepercayaan survei sebesar 95 persen dengan kesalahan 3,1 persen.
Riset dilakukan sebagai upaya untuk menjaring aspirasi publik terutama soal evaluasi dan harapan publik terhadap Presiden Jokowi yang akan dilantik kembali untuk kedua kalinya. Sebab, salah satu kekutan Jokowi selama ini adalah dukungan publik yang berlimpah.