Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif berharap Presiden Joko Widodo segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) KPK.
Laode mengatakan bahwa penerbitan Perppu tersebut mengingat masih adanya poin-poin yang disinyalir melemahkan lembaga itu. Sejauh ini, KPK menemukan adanya 26 poin pelemahan.
"Kita berharap kepada presiden untuk menunda pelaksanaan dari undang-undang ini," kata Laode, Senin (14/10/2019).
Di samping itu, revisi UU KPK yang telah disahkan DPR dan Pemerintah tersebut dinilai tak sesuai dengan komitmen Jokowi untuk memperkuat KPK.
Hal yang paling krusial dalam UU baru KPK hasil revisi itu adalah bahwa pimpinan KPK tidak lagi menjadi pimpinan tertinggi. Selain itu, juga berlaku pada penyidik dan penuntut umum.
"Ini betul-betul langsung memangkas kewenangan-kewenangan komisioner kpk ke depan," katanya.
Baca Juga
Tak hanya itu, lanjut dia, Laode menyoroti soal wewenang dewan pengawas yang dipandang akan menimbulkan kerancuan. Menurut Laode, kerja dewan pengawas dinilai akan mengganggu kinerja lembaga itu ke depan.
"Dewan pengawas juga bukan kerja hukum. Tetapi dia mengotorisasi penggeledahan, penyitaan, bahkan penyadapan, itu pasti akan menjadi, akan ditentang di praperadilan bagaimana bukan seorang penegak hukum bisa memberikan otorisasi tentang tindakan-tindakan hukum. Ini akan sangat mempengaruhi kerja KPK ke depan," paparnya.
Laode mengaku sebetulnya tidak mempermasalahkan UU KPK hasil revisi selama hal itu bisa memperkuat KPK. Saat ini, pihaknya berharap Jokowi bisa segera menerbitkan Perppu.
Adapun UU KPK baru hasil revisi akan mulai berlaku pada 17 Oktober mendatang, setelah sebelumnya telah disahkan oleh parlemen pada 17 September 2019.
Artinya, jika Jokowi tidak segera menerbitkan Perppu maka UU baru itu akan diberlakukan setelah 30 hari pengesahan di DPR. Namun, hingga kini Jokowi belum memberikan tanda-tanda penerbitan Perppu.
"Kita berharap Presiden akan mengeluarkan perppu. Kita sangat berharap," kata Laode.
Sebelumnya, pegiat antikorupsi juga mendesak Jokowi untuk mengeluarkan Perppu sebelum 17 Oktober mendatang.
Direktur Jaringan dan Advokasi Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Fajri Nursyamsi mengatakan bahwa Jokowi dapat langsung membubuhkan tanda tangan UU KPK yang telah direvisi untuk kemudianJokowi dapat menerbitkan Perppu UU KPK.
"Biar tidak menunggu 17 Oktober. Disahkan saja dulu [oleh Jokowi]. Dikasih nomor UU-nya dan saat itu juga di [terbitkan] perppu. Karena sudah mendesak," ujarnya, Minggu (6/10/2019).
Dia mengatakan bahwa hal serupa pernah terjadi ketika Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
Perppu itu mencabut UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh DPRD.
"Ini bukan presiden pertama [yang melakukan hal tersebut], dulu waktu zaman SBY [Susilo Bambang Yudhoyono], ketika diakhir masa jabatannya itu dilakukan hal yang sama," kata dia.
Di sisi lain, Fajri mengatakan bahwa legislative review yang belakangan ini disebut menjadi opsi selain penerbitan Perppu dinilai bukan solusi. Perppu merupakan jalan satu-satunya untuk memecah kebuntuan polemik UU KPK.