Bisnis.com, JAKARTA – PT Solusi Transportasi Indonesia atau Grab Indonesia membantah semua tudingan investigator KPPU dalam perkara dugaan pelanggaran sejumlah pasal tentang persaingan usaha.
Kuasa hukum PT Solusi Transportasi Indonesia, Hotman Paris Hutapea mengatakan bahwa perkara yang menjerat kliennya selaku terlapor 1 dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) sebagai terlapor 2 semestinya hanya merupakan persoalan keperdataan.
Oleh karena itu, pihaknya mengajukan kompetensi absolut dalam sidang dengan agenda penyampaian tanggapan terhadap laporan investigator, Selasa (8/10/2019). Ia juga menjawab tudingan KPPU soal perilaku diskriminatif dengan mendahulukan pengemudi PT TPI.
“Perkara ini tidak layak dilanjutkan karena hanya mempersoalkan hal-hal privat. Sama sekali tidak memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 15. Tidak ada kaitannya dengan kepentingan publik. Ini hanya soal driver lain tidak mendapatkan orderan seperti driver yang di bawah terlapor 2. Ini hanya masalah perdata sederhana. Kalau mau ya gugat perdata saja,” ujarnya.
Menurutnya pula, laporan investigator sama sekali tidak menguraikan pihak mana saja yang melakukan praktik persiangan ushaa tidak sehat, akibat terhadap pesaing dan tidak pula menunjukkan penguasaan atas pasar mana yang dipersoalkan.
Selain itu, pihaknya juga menilai bahwa saksi-saksi yang diajukan oleh investigator merupakan saksi-saksi yang bermasalah secara hukum karena saat ini sudah dilaporkan ke pihak Kepolisian di Sumatra Utara. Pasalnya, lima saksi yang merupakan pengemudi tersebut dinilai tidak mengembalikan mobil milik PT TPI.
Baca Juga
“Anehnya, mereka inilah yang dipakai sebagai saksi oleh investigator,” ujarnya.
Pihaknya juga membantah bertindak diskriminatif lantaran memprioritaskan pengemudi yang bernaung di bawah PT TPI.
Menurutnya, orderan diprioritaskan kepada para driver yang berkinerja baik dengan beberapa klasifikasi mulai dari elite plus, elite dan silver dengan beberapa kriteria seperti jumlah perjalanan, tidak pernah menolak order dan berperilaku baik.
Semua hal itu, menurutnya dilakukan untuk memberikan pelayanan yang prima kepada konsumen pengguna layanan.
YURISPRUDENSI
Hal lain yang disorot olehnya adalah contoh yurisprudensi yang diajukan oleh investigator. Dalam laporan, investigator menyatakan bahwa perkara yang menjerat Grab Indonesia dan PT TPI ini sebanding dengan perkara yang melibatkan PT Garuda Indonesia dan Abacus pada 2003 silam. Menurut Hotman, yurisprudensi tersebut tidak bisa digunakan karena pola kasusnya berbeda.
“Kalau perkara Garuda biro perjalanan tidak bisa memesan tiket kalau tidak menggunakan Abacus. Tapi kalau perkara ini, apakah konsumen tidak bisa menggunakan aplikasi Grab kalau tidak disopiri oleh pengemudi dari TPI. Di Jakarta pangsa pasar TPI cuma 6 persen. Di daerah kurang dari 6 persen sehingga yurisprudensi itu tidak dapat diterima,” pungkasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) perkara Nomor 13/KPPU-I/2019 yang dibacakan investigator, ada tiga pasal yang diduga dilanggar oleh Grab dan PT TPI. Pasal-pasal itu adalah Pasal 14 terkait integrasi vertikal, Pasal 15 ayat (2) terkait exclusive deal dan Pasal 19 huruf (d) terkait dengan perlakuan diskriminatif dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Investigator KPPU Dewi Sita dalam agenda pembacaan laporan menyebut PT TPI yang diketahui merupakan pelaku usaha penyedia jasa angkutan sewa khusus atau disebut juga sebagai pelaku usaha mikro/kecil yang menyelenggarakan jasa angkutan sewa khusus.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, PT TPI bekerja sama dengan pengemudi (driver) yang merupakan pihak independen untuk mengoperasikan kendaraan roda empat yang disewa dari PT TPI.
Dalam menelaah pasar bersangkutan kedua terlapor, investigator menemukan adanya keterkaitan antar pasar produk PT TPI dengan Grab. Disebutkan bahwa Grab sebagai penyedia aplikasi telah memberikan perlakuan eksklusif terhadap mitra pengemudi di bawah naungan PT TPI yang menyewa mobil dari PT TPI.