Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah AS, mewakili dua penyedia jaringan kartu kredit terbesar dunia Mastercard dan Visa, berhasil meyakinkan pemerintah Indonesia untuk melonggarkan aturan yang mengatur tentang sistem pembayaran domestik.
Pelonggaran itu akan memungkinkan dua perusahaan AS untuk memproses transaksi kartu kredit tanpa harus bermitra dengan perusahaan lokal di Indonesia.
Keputusan ini merupakan kemenangan besar bagi dua perusahaan AS di tengah upaya mereka untuk mengalahkan sejumlah peraturan baru di Asia dan di negara lain tentang penyimpanan data atau penguatan jaringan pembayaran lokal dari pihak asing.
Berdasarkan sumber Reuters, hasil lobi dari keputusan tersebut dituangkan di dalam 200 halaman dalam bentuk komunikasi via surat elektronik (surel) antara pihak pemerintah AS dan sejumlah eksekutif di perusahaan jaringan kartu kredit tersebut.
Surel tersebut dikirimkan antara April 2018 hingga Agustus 2019. Dalam surel tersebut, Mastercard melobi pejabat AS dari United States Trade Representative (USTR) untuk menolak aturan baru terkait penyimpanan data dan sistem pembayaran lokal di India, Vietnam, Laos, Ukraina dan Ghana.
Tampak jelas dalam dokumen yang diterima Reuters, Visa ikut dicantumkan dalam lingkaran komunikasi melalui surel tersebut.
Baca Juga
Lobi bisnis antara perusahaan dan pemerintah AS merupakan hal yang wajar, tetapi diskusi itu biasanya terjadi secara tertutup dan tidak dipublikasikan.
Indonesia sebenarnya telah mewajibkan perusahaan asing untuk memproses transaksi kartu kredit dan debit di dalam negeri dengan menjalin lokal dengan pengawasan sistem pembayaran yang berlaku di Tanah Air, yaitu National Payment Gateway (NPG).
Keputusan itu akan memukul perusahaan penyedia jaringan transaksi kartu kredit karena berpotensi mengurangi pendapatan mereka di Indonesia, terutama pada biaya transaksi kartu kredit.
Dalam negosiasinya, AS bersedia mempertahankan status perdagangan istimewa Indonesia Generalized System of Preferences (GSP) jika Indonesia mengecualikan kedua perusahaan AS dari aturan NPG. Adapun, pernyataan ini diperoleh Reuters dari tiga pejabat Indonesia dan dua sumber lainnya yang ikut dalam negosiasi tersebut.
"Pihak AS jelas menegaskan bahwa NPG adalah permintaan utama jika Indonesia ingin GSP. AS sudah menentukan harga mati untuk ini," ungkap sumber Reuters tersebut.