Bisnis.com, JAKARTA—Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPR untuk Pemindahan Ibu kota, Zainuddin Amali mengkhawatirkan lemahnya koordinasi internal di tubuh pemeritahan sehingga akan menjadi kendala dalam proses pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).
Menurutnya, semua menteri dan pejabat negara harus satu kata dalam menyikapi rencana pemindaha ibu kota. Pasalnya, masyarakat sering bingung dan tidak mendapatkan informasi yang benar terkait rencana besar tersebut.
“Jangan sampai di depan presiden mengatakan iya, tapi di luar sikapnya berbeda,” ujar Zainuddin tanpa menyebut menteri yang dimaksud. Dia menegaskan seharusnya kalaupun menteri berganti, komandonya harus tetap satu dalam koordinasi yang baik.
Zainuddin mengatakan perbedaan pandangan di internal pemerintah bisa disebabkan oleh ego sektoral yang hingga kini masih terjadi. Padahal, untuk pemindahan ibu kota dibutuhkan sinergi antara pejabat pemerintah pusat, kepala badan dan pemerinah daerah.
“Jadi harus ada satu informasi sehingga masyarakat tidak bungung dan tahu apa yang akan terjadi di ibu kota negara baru nantinya,” katanya, Kamis (19/9).
Zainuddin kemudian menyoroti pentingnya tiga hal dalam pemindahan ibu kota yang akan dibicarakan di Pansus Pemindahan Ibu Kota. Selain persoalan pembiyaan infrastruktur, persoalan lingkungan dan regulasi juga harus menjadi perhatian utama, katanya.
Baca Juga
“Karena itu Pansus akan mengundang pihak terkait seperti Bappenas dan menteri kabinet lainnya serta para pemangku kepentingan,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “Efektifkah Rumusan Pemimdahan Ibu Kota Dikebut Satu Minggu?” di Gedung DPR bersama pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna dan Deputi Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas, Rudy Supriadi Prawiradinata.
Sementara itu, Yayat Supriatna mengatakan perlunya kepastian regulasi terkait pemindahan ibu kota. Apakah perlu dibentuk badan otoritas atau wilayah administratif nantinya?, katanya mempertnyakan.
“Ke depan perlu kepastian regulasi, soal kedudukan ibu kota ke depan. Apakah bentuk ibu kota berupa badan otoritas atau wilayah adminsitratif,” ujarnya.
Sedangkan hal yang tidak kalah pentingnya dibahas adalah status Jakarta yang sudah tidak jadi ibu kota lagi. Bisa saja Jakarta bertastus sebagai provinsi biasa seperti provinsi lainnya, katanya.