Di balik alasannya, Firli mengatakan bahwa saat menjadi Deputi Penindakan KPK masih terdapat hal yang belum sepenuhnya sempurna atau terselesaikan. Hal itu dikatakan Firli pada sesi wawancara dan uji publik capim KPK, Selasa (27/8/2019).
"Dasarnya begini, saya pernah di KPK 1 tahun 2 bulan 14 hari, selama itu pula banyak hal dikerjakan, banyak prestasi diangkat dan itu belum sempurna," kata Firli.
Dia mengaku tugas yang belum sempurna itu menjadi pekerjaan rumah dirinya sehingga berniat kembali ke KPK untuk menyelesaikannya. Selain itu, tujuan kembali ke KPK disebutnya untuk meningkatkan daya guna pemberantasan korupsi.
Firli berani memberi garansi akan bertindak secara independen dan tak akan terpengaruh institusi asalnya Polri apabila terpilih menjadi komisioner KPK. Hal itu sesuai dengan lembaga KPK yang berkerja secara independen.
Akan tetapi, dia menyebut koordinasi dan supervisi dengan aparat penegak hukum lain tetap diperlukan lantaran KPK memegang peran sebagai trigger mechanism.
Dia juga mengatakan bahwa sejak menjabat Deputi Penindakan telah merumuskan enam SOP baik untuk pencegahan maupun penindakan.
Tak hanya itu, lanjut dia, dilakukan pendampingan koordinasi dan supervisi memonitor program pemerintah yang kerja sama dengan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP).
Firli merupakan salah satu capim yang menjadi sorotan lantaran diduga melanggar kode etik saat menjadi Deputi Penindakan KPK lantaran bertemu dengan mantan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang.