Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi menolak revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mereka menganggap eksekutif dan legislatif berkonspirasi melemahkannya.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani berpendapat bahwa jangan semua yang tidak sesuai dengan Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap negatif.
“Ada komisioner KPK yang nge-tweet tapi tweet-nya tidak pas untuk seseorang yang masih berstatus sebagai pejabat negara. Kecuali tweet itu misal dari aktivis, LSM. Tapi kalau pejabat negara tidak boleh,” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Arsul menjelaskan bahwa menghargai suara penolakan terutama dari pimpinan KPK. Akan tetapi dia berharap kesantunan sebagai pejabat negara dalam berkomunikasi publik harus diperhatikan.
“Jangan bilang pemerintah dan DPR ini kurang adab dan sebagainya. Yang ingin kita tekankan adalah terukur. mengkritisi terukur,” jelasnya.
Sebelumnya Wakil Ketus KPK Laode M Syarif menyebut pemerintah dan DPR sedang berkonspirasi melucuti kewenangan lembaga antirasuah karena mau merevisi UU 30/2002. Baginya ini bukan adab yang baik.
Pernyataan ini mengomentari presiden yang telah menjawab revisi UU 30/2002 ke legislatif. Salah satu poin yang dipermasalahkan adalah KPK bisa mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) dan meminta izin menyadap terlebih dahulu kepada dewan pengawas.