Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat mulai melakukan tes wawancara kepada calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Tahapan uji kelayakan dan kepatutan ini dibagi dua hari untuk masing-masing lima peserta.
Pertanyaan yang diajukan anggota legislatif terkait revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu calon, Lili Pintauli Siregar mengatakan bahwa belum begitu membaca detail usulan perubahan regulasi.
“Saya sampaikan bahwa saya setuju kalau itu untuk penguatan dengan KPK [Komisi Pemberantasan Korupsi],” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (11/9/2019).
Lili menjelaskan bahwa dia sepakat agar KPK bisa mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3). Alasannya suatu kasus bisa berubah berdasarkan bukti-bukti baru yang ditemukan di lapangan.
“Walaupun ini berlaku [di] lembaga penegak hukum lain. Misalnya kejaksaan dan kepolisian juga di KUHAP [Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana] mengatur SP3 tersebut,” jelasnya.
Dengan adanya SP3, Lili menilai ini menjawab kegelisahan orang-orang yang begitu lama jadi tersangka lalu rekeningnya diblokir hingga tidak bisa keluar negeri. Padahal kasusnya masih belum jelas.
Dia mencontohkan ketika ada seorang petinggi perusahaan diduga korupsi dan diblokir rekeningnya, ini berdampak pada bisnisnya. Tentu imbasnya pada gaji karyawan yang tidak cair. Di sisi lain kepastian hukum kepadanya belum terang.
“Keluhan tersebut disampaikan kepada kami. Saya pikir ini untuk memberikan kepastian hukum kepada status demikian,” ucapnya.
Hal yang tidak Lili sepakati adalah dibentuknya dewan pengawas, terutama jika hanya berhubungan dengan teknis. Apalagi tugasnya memberi izin kepada penyadapan.
“Tetapi saya pikir karena ini sebagai lembaga yang berperan untuk memberi pemicu kepada lembaga lain untuk lebih profesional, soal bermitra soal berkoordinasi dan kemudian memberikan semacam pemdampingan dan pemguatan itu lebih diutamakan juga,” ucapnya.