Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polisi Dituding Monopoli Informasi Seputar Papua

Kepala Advokasi LBH Jakarta Nelson Simamora berpendapat polisi memonopoli informasi seputar Papua. Menurut dia, Papua merupakan daerah yang cukup tertutup untuk wartawan apalagi jurnalis dari luar negeri.
Aparat keamanan dalam menjaga keamanan ini hanya menggunakan tameng guna mengamankan obyek-obyek vital di sepanjang jalan Kota Abepura-Jayapura, yang akan dilewati para demonstran, Kamis 29 Agustus 2019./Antara-Reno Esnir.
Aparat keamanan dalam menjaga keamanan ini hanya menggunakan tameng guna mengamankan obyek-obyek vital di sepanjang jalan Kota Abepura-Jayapura, yang akan dilewati para demonstran, Kamis 29 Agustus 2019./Antara-Reno Esnir.

Bisnis.com, JAKARTA - Kepolisian mendapat sorotan terkait penanganan informasi terkait kondisi di Papua dan Papua Barat. 

Kepala Advokasi LBH Jakarta Nelson Simamora berpendapat polisi memonopoli informasi seputar Papua. Menurut dia, Papua merupakan daerah yang cukup tertutup untuk wartawan apalagi jurnalis dari luar negeri.

"Jadi yang memonopoli kebenaran polisi ini. Mau apa pun ceritanya kalau dia sebagai pemerintah bisa menyebut kabar bohong, bahaya banget itu," ujar Nelson di Komnas HAM, Senin, 9 September 2019.

Nelson menilai terjadi monopoli narasi yang beredar di masyarakat tentang kondisi di Bumi Cendrawasih itu. Kemudian saat narasi itu dilawan, terdapat ancaman pidana penyebaran berita bohong. Seperti yang menimpa Veronica Koman.

Kepolisian Daerah Jawa Timur menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka kasus ujaran kebencian dan penyebaran hoaks terkait insiden di asrama Mahasiswa Papua. Padahal Veronica yang merupakan kuasa hukum mahasiswa hanya mengabarkan kondisi yang terjadi di dalam tempat tinggal itu.

"Tidak hanya Veronica Koman, kami juga bisa ditersangkakan setelah ini. Misalnya kami bilang Vero tidak bersalah, dia bisa bilang kamu melanggar UU Nomor 1/1946 karena kabar bohong," kata Nelson.

Tersangka Kerusuhan Papua dan Papua Barat

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menyebut ada penambahan jumlah tersangka kerusuhan di Papua dan Papua Barat. Total, hingga 9 September ada 96 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Untuk perkembangan kerusuhan di Papua dan Papua Barat, jumlah tersangka ada penambahan," kata Dedi saat memberikan keterangan pers di kantornya, Jakarta, Senin 9 September 2019.

Dedi menyebutkan 55 menjadi tersangka untuk kerusuhan di wilayah Papua, yakni Jayapura, Timika, dan Deiyai.

"Jayapura jumlah tersangka 31 orang. Kemudian Timika masih tetap 10 orang dan Deiyai 14 orang," kata dia.

Sedangkan untuk wilayah Papua Barat, kepolisian menetapkan 30 orang tersangka.

"Jumlah tersangka saat ini di Manokwari ada 15 orang, Sorong ada 11 orang. Sedangkan di Fakfak ada 3 tersangka  serta  Teluk Bintuni ditetapkan 1 tersangka," ujar Dedi.

Selain itu, ada 8 tersangka di Polda Metro Jaya dan 3 orang di Polda Jawa Timur. "Tambahan tersangka dari Polda Jatim atas nama AD," kata dia.

Dedi menegaskan bahwa Polri akan terus melakukan penegakkan hukum kepada siapa saja yang terlibat kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

"Sesuai dengan komitmen Polri, kami akan terus melakukan penegakkan hukum baik kepada orang sebagai koordinator lapangan sampai dengan mastermind yang di dalam maupun luar negeri," kata Dedi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : JIBI
Editor : Saeno
Sumber : TEMPO.CO

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper