Bisnis.com, JAKARTA--Polda Metro Jaya meminta aparat Kepolisian tidak dipojokkan.
Hal itu disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono saat dikonfirmasi soal berita intimidasi yang dilakukan aparat terhadap wartawan televisi, cetak, maupun daring.
Saat itu, wartawan sedang mengambil foto penanganan massa yang akan melakukan aksi unjuk rasa di sekitar Gedung DPR/MPR hari ini.
Argo mengatakan kebenaran atas intimidasi itu harus dicek kembali. Dia menjelaskan bahwa Polri tidak akan menghalang-halangi wartawan dalam bekerja di lapangan.
"Di cek dulu itu kebenarannya, intimidasinya seperti apa, ngelarangnya seperti apa," tutur Argo kepada Bisnis, Jumat (16/8/2019).
Argo menyarankan agar pewarta yang merasa mendapatkan intimidasi melaporkan hal tersebut ke Propam Polda Metro Jaya agar anggota Polri yang diduga mengintimidasi wartawan bisa diproses kode etik.
Baca Juga
"Nanti dicek petugas di lapangan. Laporkan saja ke Propam Polda kalau ada anggota seperti itu," kata Argo.
Saat ditanya seperti apa prosedur standar (SOP) Polisi yang bertugas di lapangan terhadap wartawan, Argo tidak memberikan jawaban.
Seperti diberitakan Antara, beberapa wartawan baik dari televisi, cetak maupun daring mendapatkan tindakan intimidasi dari beberapa personel Kepolisian saat meliput pengamanan kegiatan para buruh yang akan berunjuk rasa di depan gedung parlemen saat sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Jakarta.
Berdasarkan pantauan Antara pada Jumat (16/8/2019) terlihat beberapa jurnalis terintimidasi oleh polisi dari Polda Metro Jaya, salah satunya jurnalis dari SCTV saat merekam video menggunakan ponselnya di pukul oleh personel polisi sehingga terpental jatuh di depan Stasiun TVRI.
Begitu pula dengan jurnalis dari Vivanews, saat merekam polisi membubarkan paksa pengunjuk rasa buruh menggunakan ponselnya.
Ketika mengambil video, tiba-tiba seorang anggota meminta video atau foto untuk dihapus, kalau tidak akan dibawa ke mobil. Padahal, Ia sudah menjelaskan dia adalah wartawan.
"Hapus video tadi, kalau enggak saya bawa ke mobil," kata Jurnalis Viva yang menirukan anggota polisi berbaju putih dengan emosi.
Kemudian, Wartawan Foto Bisnis Indonesia, Nurul Hidayat pun mendapatkan perlakukan yang sama, ketika sedang mengabadikan para buruh yang diamankan ke dalam mobil tahanan oleh polisi, namun foto tersebut diminta polisi untuk dihapus.
"Ketika motret para buruh yang dibawa masuk ke mobil tahanan, tiba-tiba petugas ada yang turun suruh hapus foto tersebut. Sempat adu mulut, saya mempertahankan foto, sampai akhirnya temannya datang. Dia bilang saya bawa juga," kata Nurul.
Wartawan foto dari Jawa Pos, Miftahul mendapatkan perlakuan yang lebih parah dari anggota polisi ketika mengabadikan para demonstran yang dibawa masuk ke dalam mobil tahanan di depan gedung TVRI. "Saya ditarik bajunya, dihapus fotonya," kata Miftah.
Dia menirukan omongan polisi, "Dihapus juga video dan foto. Tunggu rilis. Kamu jangan sewenang wenang. Lo, Gua lihat dari tadi foto-foto video. Lo mau hapus atau gua kandangin.”
Wartawan Inews TV juga mendapat perlakuan yang sama ketika melakukan kegiatan peliputan masa aksi yang berkumpul di depan TVRI. "Hapus videonya, tar ada preskon," ujar wartawan Inews.