Bisnis.com,JAKARTA - Peserta aksi dari Gerakan Buruh Bersama Rakyat yang hendak berunjuk rasa untuk menolak rencana revisi UU Ketenagakerjaan dihadang oleh aparat gabungan Polri dan TNI.
Sebelumnya, massa aksi berencana menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR. Namun, sebelum mencapai lokasi tujuan, mereka dihadang oleh aparat di berbagai tempat seperti Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Jakarta Utara.
Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), IIhamsyah mengatakan, di Koja, Kepolisian Jakarta Utara menghalangi mobil komando milik Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) yang akan keluar dari sekretariat dengan menggunakan truk sampah milik Pemerintah DKI Jakarta.
Sementara di Kota Tangerang, massa Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) juga dilarang oleh Kepolisian bergerak dari sekitar sekretariat mereka di Batuceper. Di kawasan industri Gobel Bekasi, polisi melarang mobil massa dari KPBI untuk menuju lokasi.
Bukan hanya polisi, anggota TNI juga terlibat dalam penghadangan massa aksi seperti yang terjadi di Bitung, Kabupaten Tangerang. Mereka menyetop iring-iringan sepeda motor buruh dan melarang peserta aksi melanjutkan perjalanan. Mereka juga diminta segera membubarkan diri.
IIhamsyah mengungkapkan bahwa tindakan yang dilakukan Kepolisian dalam menghalang halangi atau berupaya untuk menggagalkan aksi masa sudah terlihat dari beberapa hari sebelumnya. Hal tersebut terlihat dari tidak diberikannya Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) untuk menyampaikan pendapat.
"Dari kita menyampaikan surat pemberitahuan ke Polda Metro Jaya, pihak Polda Metro Jaya tidak mau membuatkan dan mengeluarkan STTP bagi kawan-kawan yang ingin melakukan aksi," katanya, Jumat (16/8/2019).
IIhamsyah juga mengutarakan bahwa beberapa hari sebelumnya terdapat imbauan dari berbagai macam Polres untuk membatalkan aksi. Namun, alasan dari pihak Kepolisian juga tidak jelas.
"Mereka tidak punya alasan kecuali untuk bagaimana mengamankan situasi di DPR. Kita sudah sampaikan kepada Kepolisian bahwa kita menyampaikan hak kita sesuai dengan aturan untuk menyampaikan pendapat kita di tempat umum dan kita tidak akan berbuat rusuh dan menghalang-halangi semua tamu yang ada di DPR," ungkap Ilhamsyah.
Meski demikian, lanjutnya, pihak Kepolisian tetap tidak memperbolehkan massa melakukan aksi. Puncaknya terjadi pada pagi ini, sejumlah massa aksi diadang di berbagai wilayah. Aparat juga memblokade mobil komando massa aksi di sejumlah tempat.
"Kita mengecam tindakan Kepolisian terhadap rakyat yang menyampaikan aspirasi yang menyampaikan pendapat di tempat umum, jelas Kepolisian melanggar. Ini adalah contoh yang tidak baik, apa yang dikatakan ruang-ruang demokrasi semakin ditutup ini kembali menjadi kenyataan," kata Ilhamsyah.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ellena Ekarahendy juga menilai bahwa pengadangan melanggar amanat Undang-undang.
"Menyuarakan pendapat di muka umum merupakan hal yang dijamin oleh negara yang demokratis. Pengadangan terhadap aksi serikat buruh/pekerja telah menciderai amanat demokrasi," kata Ellena.
Menurut Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih tindakan pengadangan aparat tidak demokratis.
"Oleh karena itu, kami menuntut kepada pemerintah, dan kepada Kapolri untuk menghentikan tindakan pembungkaman terhadap kebebasan mengeluarkan pendapat di muka umum,” pungkasnya.