Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Singapura memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini mendekati nol seiring dengan meningkatnya perang perdagangan antara Amerika Serikat dan China yang meredam ekonomi yang bergantung pada perdagangan tersebut.
Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura menyatakan, ekonomi Singapura saat ini diperkirakan tumbuh 0,0%-1,0% tahun ini, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 1,5%-2,5%, dengan pertumbuhan diperkirakan mendekati median kisaran.
Angka-angka final dari kuartal kedua menunjukkan produk domestik bruto (PDB) terkontraksi 3,3% dari kuartal sebelumnya.
Selena Ling, Kepala Penelitian dan Strategi Keuangan Oversea-Chinese Banking Corp., Singapura, mengatakan bahwa sebagai ekonomi kecil dan terbuka, Singapura menjadi salah satu ekonomi yang merasakan dampak perang dagang pertama kali.
“Kami melihat proyeksi pertumbuhan diturunkan di sejumlah negara lain seperti Hong Kong, meskipun mungkin karena alasan yang berbeda. Ini adalah tren untuk sebagian besar ekonomi Asia saat ini," ujar Ling, seperti dikutip melalui Bloomberg, Selasa (13/8/2019).
Secara tahunan, ekonomi Singapura tumbuh 0,1% pada kuartal kedua atau tidak berubah dari perkiraaan pemerintah sebelumnya.
Menanggapi proyeksi ini, dolar Singapura tercatat melemah 0,1%, satu hari setelah mencapai level terendah dalam 2 tahun terakhir.
Prospek untuk Negeri Singa ini menjadi lebih suram dalam beberapa bulan terakhir akibat intensitas perang tarif yang melibatkan dua mitra dagang terbesarnya yakni AS dan China. Hal ini meningkatkan risiko resesi terhadap Singapura yang dapat berujung pada PHK di beberapa perusahaan.
"Melihat latar belakang makroekonomi eksternal yang menantang ini, dan penurunan dalam siklus elektronik global, ekonomi Singapura kemungkinan akan terus menghadapi angin sakal yang kuat untuk sisa tahun ini," kata Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura dalam sebuah pernyataan.
Menurut Edward Robinson, Wakil Direktur Pelaksana Otoritas Moneter Singapura untuk kebijakan ekonomi, kebijakan moneter tetap tidak berubah dan bank sentral tidak mempertimbangkan mengadakan pertemuan kebijakan off-cycle.
Dalam pidato Hari Nasional pekan lalu, Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan pemerintah bersedia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jika diperlukan.
"Teori stabilisasi pada paruh kedua 2019 tampaknya sudah tidak akan tercapai. Beberapa respons fiskal mungkin akan datang, kemungkinan beberapa bentuk bantuan yang ditargetkan untuk bisnis dan pekerja," kata Ling.
Ekspor Singapura merosot pada Juni ke tingkat terburuk kedua sejak krisis keuangan global 1 dekade lalu.
Sementara itu, indeks manajer pembelian menyusut pada Mei untuk pertama kalinya sejak 2016 dan sekarang telah menunjukkan kontraksi selama 3 bulan berturut-turut, tertekan oleh sektor elektronik yang lesu.
Data lain yang dirilis pekan ini dari Enterprise Singapore menunjukkan ekspor domestik non-minyak menyusut 14,6% pada kuartal kedua secara tahunan karena pengiriman produk elektronik dan non-elektronik menurun.
"Banyak prospek pertumbuhan Singapura telah didasarkan pada ke mana permintaan akhir akan pergi - dan itu diharapkan menjadi jauh lebih buruk sekarang, termasuk untuk ekonomi regional," kata Vishnu Varathan, Kepala Bidang Ekonomi dan Strategi di Mizuho Bank Ltd., Singapura.
Data Enterprise Singapura menyebutkan, perkiraan untuk ekspor non-minyak tahun ini direvisi turun menjadi -9% menjadi -8%, dari ekspektasi sebelumnya -2% menjadi 0%.