Bisnis.com, JAKARTA -- Investor saham Asia kembali dihadapi dengan pelemahan pasar pascaaksi balas membalas antara Amerika Serikat dan China dalam perang dagang yang berkepanjangan.
Penurunan sempat tertahan pada setelah China menetapkan tingkat referensi yuan yang lebih kuat dari perkiraan analis.
Stephen Innes, Managing Partner di Vanguard Markets Pte., di Singapura, mengatakan taktik China berhasil membuat investor kelimpungan dan memicu aksi penghindaran risiko yang masif di seluruh pasar global.
"Pengaturan yuan yang dilakukan China adalah sebuah langkah yang cukup ambigu untuk menjaga kepentingan dua sisi sambil menyampaikan pesan kepada pengamat perdagangan AS, bahwa China tidak akan menyerah jika perundingan dagang akan dilanjutkan," ujar Innes, seperti dikutip melalui Bloomberg, Selasa (6/8/2019).
Pasar saham Asia sebagian besar terlihat merah, dengan indeks Topix Jepang turun 0,8% setelah tergelincir sebesar 2,9%.
Hari ini, China menetapkan yuan menguat dari 7 terhadap dolar AS, membantu mempersempit kerugian di pasar regional dan memacu pembalikan pada kekuatan yen.
Indeks saham India naik sekitar 0,5%, sedangkan Malaysia tercatat beragam. Indeks saham berjangka AS rebound, naik sebanyak 0,7% setelah penurunan 1,9% sebagai bentuk tanggapan dari pengaturan yuan.
Pada Senin (5/8/2019), indeks S&P 500 anjlok 3% setelah China membiarkan mata uangnya jatuh sebagai balasan atas tarif AS yang baru, mendorong administrasi Trump secara resmi menyebut China sebagai manipulator mata uang.