Bisnis.com, JAKARTA – Beberapa lembaga seperti Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Pemberantasan Korupsi meminta agar mantan koruptor dilarang ikut pemilihan kepala daerah. Jalan yang bisa ditempuh adalah dengan revisi undang-undang Pilkada.
Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera mengatakan bahwa setuju dengan usulan tersebut. Alasannya karena mantan koruptor telah mencederai hak publik.
“Mereka terpidana korupsi tidak punya lagi kesempatan untuk mendapatkan kepercayaan publik karena bagaimana bisa menyapu dengan sapu yang kotor,” katanya saat dihubungi, Rabu (31/7/2019).
Mardani menjelaskan bahwa masih banyak calon pemimpin di Indonesia yang memiliki integritas. Oleh karena itu, dia berharap tidak diberikan celag lagi bagi mantan koruptor dalam ajang Pilkada.
Meskipun setuju, dia belum tahu apakah partai lain akan sependapat dengannya. Hal ini karena isu melarang mantan koruptor berpartisipasi dalam pilkada baru bergulir. Sementara saat ini para anggota legislatif sedang memasuki masa reses.
Revisi Undang-Undang (UU) nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) juga dirasa tidak akan bisa selesai tahun ini. Menurutnya, selain UU Pilkada, UU Pemilu dan UU Parpol juga menjadi satu paket yang harus diperbaiki.
Baca Juga
Mengingat masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 akan segera habis beberapa bulan lagi, tiga paket tersebut tidak akan terkejar. Mardani menyarankan agar publik diberikan edukasi betapa pentingnya isu ini.
“Kalau ada kesepakatan bersama akan menjadi ringan. Menurut saya, itu segera dibuat, media, publik, LSM [lembaga swadaya masyarakat] teriak saja terus agar isu ini terus bergulir menjadi besar dan menjadi konsesus bersama,” jelasnya.
Wacana melarang mantan koruptor berkaca pada kasus Bupati Kudus Muhamad Tamzil ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2019 dan gratifikasi. Ini adalah penangkapannya yang kedua kali dalam kasus korupsi.